Skip to main content

Puisi Baru Akhir Abad 20 dan Awal Abad 21


PUISI NANANG SURYADI


MEMO PADA SUATU KETIKA

tiba-tiba kau datang mengirim pesan:
datanglah, saat senja. aku menunggumu, dengan segala impianmu tentang
diriku. kau pernah berpikir bahwa aku bersayap? ya, sayapku berupa
warna-warna gemerlap. mungkin akan mengagumkanmu. mungkin tidak. karena
segalanya kau impikan. diriku diselubungi segala cahaya.
katakan, jangan menangis, padanya. yang mungkin akan kehilangan. jangan
takut. karena segala yang fana akan pudar. akan tamat.
jangan lupa, saat itu
 
KAU BEGITU MENYEBALKAN

sungguh, kau begitu menyebalkan. dengan impian-impianmu. dunia sudah
sedemikian susah. mengapa kau terus gaduh di situ. mari kita diam saja.
hai, mengapa kau terus mengomel? dasar pemimpi!
"tapi dunia sudah demikian tak memiliki hati. hidup menjadi lintasan
video klip. berkelebat ke sana ke mari. ledakan bom di kota-kota tak
membuat hati kita sedih. pipi cekung kanak-kanak kelaparan tak membuat
kita iba. apa yang salah pada nurani kita? mungkin telah menjadi
batu..."
sungguh, kau begitu menyebalkan, dengan pertanyaan-pertanyaan seperti
itu, membuatku malu...

 
BUNGA SEKUNTUM

aku ingin sematkan bunga, sekuntum, pada telingamu, agar matamu yang
hitam itu, semakin bercahaya,
ya, bunga-bunga demikan liar bertumbuhan di rumputan, padang terbuka,
mungkin tak sewangi geriap rambutmu, pada angin, menyentuh,
wajahku
 
ABSTRAKSI KENANGAN

lalu kau tuliskan segala kenangan, pada udara,
seperti guratan hari-hari kita, demikian abstrak,
tak jelas jelas canda atau petaka,
tak jelas nama atau bencana,
lalu, kau hapus segala kenangan,
begitu saja
ya, begitu saja
 
PADA AIRMATA

(kau ingin rasakan keheningan ini, seperti cucuran airmata, beterjunan
kanak-kanakmu, dalam segala moyak harapan)
sudah lama aku kehilangan air mata, tangisku menjadi api menyala,
jangan, jangan membuatku menangis, karena kota-kota sudah menjadi
puing, kanak-kanak sudah demikian damai dalam lubang besar pemakaman,
(kau ingin rasakan kesunyian ini, seperti cucuran airmata, beterjunan
aku, mencari cintamu)
sudah lama aku kehilangan cinta, tak ada yang tersisa, mungkin pada
pecahan granat atau bau bensin dan pecahan botol, tiada, tiada lagi
yang tersisa, kau lihat sepatuku, perhatikan, di ujungnya, ya merah dan putih,
darah dan sedikit cairan otak, eh ada berhelai rambut juga
 
(kau ingin rasakan keindahan ini seperti cucuran airmata, beterjunan
mereka, mencari cahaya)
sudah lama aku tak ada cahaya, di sini, dalam hatiku...

cilegon, 1999
 
DEBU DI LEKUK BENANG

pada kanvas ini, aku serupa titik, mungkin di sela, di lekuk benang,
debu? satu dalam bermilyar debu yang menghambur, menyeru: Kekasih
warna-warna dipulaskan di kanvas: bintang biru, atau pelangi pagi hari,
mungkin juga raguku

depok, 1999
 
EPISODE PINOKIO

boneka itu, minta menjadi manusia, pinokio, si hidung panjang. aduh,
padahal jadi manusia susah sekali. sudahlah, jadi boneka saja, biar
ditimang, biar kuelus, biar menangis, asalkan kau bukan manusia, yang
punya banyak impian dan masalah
"dan berbunuhan", kata malaikat kepada Tuhan sebelum dicipta Adam

depok, 1999
 
STASI TAK TERHINGGA
      buat: eka budianta

tak hanya jakarta, chris
kudatangi negeri-negeri asing
persinggahan tak terhingga
dalam mimpiku
seorang yang mabuk kata-kata
menulis surat untukmu:
"inilah negeri itu,
kita bertatap mata,
rindu sekali"

depok, 1999

 
DUA PULUH EMPAT SENJA 

tataplah warna keemasan, tataplah dengan hatimu, di langit, adakah
namaku? mungkin di hatimu, kanak-kanak berlarian, dua puluh empat senja,
catatlah dalam-dalam, pada kenangan, sudah habis cucuran airmata, tiada
lagi kesedihan, atau teriakan, memecah sunyimu, dua puluh empat senja,
aku datang padamu, mengalungkan bunga, kanak-kanak yang tertawa
berceloteh, atau lelaki yang membaca, puisi begitu memabukkan,
kata-kata menjadi gelembung, aku bawakan balon warna-warni, dua puluh
empat senja, lilin yang nyala

depok, 5 nopember 1999
 
ROMANTISME MUSIM
             :dp

Aku serasa mencium musim-musim
Bertumbuhan dalam udara
Kemarau yang hijau
Gerimis yang manja
Salju yang tulus
Daun jatuh di musim gugur
Kau ciptakan lagi dongeng
Dalam hatiku yang jauh
Mungkin telah padam
Di hembus angin
Ingatan pada engkau
Cinta, segurat luka
Tapi kucium musim
Melambai dari sunyi
Wajahmu

depok, 1999

 
INTRO

aku tak mengerti, katamu
pada sajak banyak ruang terbuka
terjemah kehendak, pada langit luas
atau gelombang berdentaman, dalam dada
mungkin cuma gurau melupa duka, karena
manusia menyimpan luka,
berabad telah lewat, apa yang ingin
didusta? pada bening mata
tak bisa sembunyi
pura-pura

 
CATATAN PADA GERIMIS
             buat: dp

Pada dering, mungkin gerimis
Menyapa wajahmu
Harap yang ditumbuhkan
Katakan saja, bahwa kita membutuhkan
Mimpi itu
Menjelma
Seperti dikabarkan langit
Ketentuan itu
Seperti rimis
Menyentuh
Hidungmu
Seperti dulu

depok, 1999

 
TERJEMAH HUJAN

apa yang diterjemah dari hujan? senyap dan senyap
kenangan dicipta dari dingin, sepotong raut
melambailah engkau dari lampau yang biru
dari gerai rambut, mata bercahaya, ......
tak henti-hentinya, berkelindan, terajut dalam
perca bertaut,
hai, apa kabar?
hujan begitu gaduh katamu,
tapi ia adalah suaramu, begitu merdu
suaramu, dalam senyap
hatiku

cilegon-depok, 1999

 
SEMARAK CAHAYA

Melintas Insanul kamil
Pada jalan matsnawi, diwan dan rubayat
Sanggupkah ditatap
Semarak cahaya: O Cinta
Pecinta menari dalam kerinduan:
Adawiyah, Ibnu Arabi, Halaj, Jenar,
Sumirang, Sakhrowardi, Attar, Rummi,
Tabriz, Fansuri, Iqbal, Tagore, .....
Cahaya O Maha Cahaya
Cinta O Maha Cinta
Berjumpa
Di hati
Sendiri

depok, 1999
 
 TARIAN PECINTA

O Pecinta
Menarilah menari
Berputar-putar
Dengan gemulai
Keindahan Cinta
Ada yang berputar dalam atom
Ada yang berputar dalam masjidil haram
Bumi berputar
Planet berputar
Galaksi berputar
Alam Semesta berputar
Dalam Cinta
 
depok, 1999
 
INTERTEKS

Ke dalam dada merasuk teks-teks purba
Pengetahuan yang diajarkan pada Adam
Teks terbuka
Pada kitab suci
Pada alam semesta
Manusia mencari hikmah
Di balik yang nyata
Ada banyak tanya
Rahasia
depok, 1999
 
POTRET PANORAMA KERINDUAN

Bacalah dengan hatimu, keindahan
Panorama sekeliling,
Mungkin kata-kata tak sanggup mengungkap
Puisi
Tapi ada yang ingin berbagi
Cerita
Karena manusia adalah
Cinta
Karena semesta adalah
Cinta
Dipahat kerinduan pada
Maha Cinta

depok, 1999
 
DI UJUNG LORONG ADA BERKAS CAHAYA

mata, pada pelupuk, dicium angin,
manusia: mimpi, kenangan juga kesunyian, .....
hidup menjadi lorong-lorong
cahaya di ujung
pada berkas
ada harap
mungkin kekalahan juga
atau sesal
mengendap
pada tatap
atau malam
yang ratap
tapi gapai tak sampai
tangis tak usai
terjemah kehendak
atau takdir
tuhan
                                   cilegon-depok, 1999
 
PADA MATA KANAK

mungkin pada kanak kau temukan harapan,
embun kedamaian terangkum tangkup tangan-tangan mungil.
mata bening yang menghibur hatimu duka
tapi kanak-kanakmu tersesat di chanel televisi 24 jam,
yang mengajari mereka cara membunuh
belajar pada dentum, headline yang tebal,
pada desing, tusukan, rudapaksa, api. siapa mengaduh?
kita mungkin telah kehilangan harap pada dunia, tapi
dapatkah lari dari kehancuran
begitulah kita bermimpi...
seperti kuarungi
matamu

depok, 1999

 
ILUSI LELAKI

"adakah sedikit saja, untukku," mungkin ilusi,
bagi lelaki, seperti ditatap, pada penghujung
cerita dibangun dari coretan, goresan, pada usia
mungkin namamu, mungkin bukan namamu,
tapi engkau yang tersedu,
memecah sunyiku

depok, 1999
 
REPORTASE NOL-NOL

serangkum sepi, perempuanku, merenggut dadaku, mata yang binar, senyum
merahasia, kota-kota, tetap saja, gelisah, seperti duka, tarianmu,
ilalang tertiup angin, mengombak, mengalun, serupa mimpi, bertabur
dalam, bertabur diam, bertabur apa, mungkin di langit, serupa bintang,
pelangi, awan kelabu, omong kosong, yang lain, tembok putih, jeruji,
helaian kertas, seonggok...
kau bunga?
hm, ke mana harummu!

depok, 1999
 

COBA TOREH

coba toreh, pada dada, ada apa, mungkin darah, cinta, atau luka,
abad-abad mabuk, terjungkal, beri aku apa saja, mungkin gemulai, atau
tatapan, sedingin es, atau senyuman sepanas matahari, atau tubuhmu?
(pada jamuan terakhir, seteguk anggur sepotong roti: makan dan
minumlah...)

tak seperti rummi, ternyata, tarian para peniru darwis itu, tak ada
pecinta yang sungguh-sungguh merindukan, dengan kata-kata, seperti
bibirku, berdarah dan luka, seperti kebohongan yang kusulut diam-diam,
seperti?

api yang meledakkan rumahmu, dengan sekam, dengan bara, dengan nyala,
dengan dendam tak bermata, dengan cekam, dengan geram, dengan?
tatap matamu, sungguh
menyilaukan

depok, 1999
 
AKU BERLINDUNG PADA ALLAH

aku berlindung pada Allah,
dari kebodohan napsu,
yang dihembuskan setiap detik waktu,
aku berlindung pada Allah,
dari kesesatan pikiran,
yang merajalela
aku berlindung pada Allah,
dari segala kegamangan,
aku berlindung pada-Mu
sungguh,
jangan tinggalkan aku

depok, 1999
 

DZIKIR TELEVISI

pada petang menangkup
apa yang diseru? musik berdentangan di televisi
selewat adzan, bersambung nyanyi
pada kabel didzikirkan syahwat, mencuat
pada gelas, didawamkan tipu daya
pada Engkau? begitu penat lidahku, semenit saja
inikah hamba yang mengharap sorga?
inikah manusia yang tak mau dijilat api neraka?
Allah, betapa mudah kutipu diri sendiri....

depok, 1999

 
HUJAN YANG TURUN SENJA HARI

mungkin engkau menangis kekasih, di ujung senja, aku tahu mengapa
tak usah lagi dikata, karena derita manusia datang sebagai coba,
mari, kita tatapi senja yang turun, bersama pelangi, langit jingga
mungkin doa, hanya doa yang pantas kita bacakan,
begitu lindap warna-warna yang ada dalam benak kita, nuansa
sebagai bayang-bayang samar,
sebuah kesaksian, sebuah impian
mungkin hanya itu milik kita

depok, 1999
 

GURATAN PUKUL 23.55

apa yang kau ingat, dari 23 jam 55 menit yang lalu
kaukah manusia yang merugi?
kemarin dan hari ini telah terjalani,
pada neraca akan terlihat
dan esok? masihkah kita melihat matahari
terbit dari timur
tak kutahu. sungguh tak kutahu
Depok, 2 Desember 1999
 

BIOGRAFI PENYAIR
        buat: arisel ba

Puisi telah mengalir dalam tubuh
Sebagai darah
Helaan napas
Ketukan jemari
Menuju Yang Satu: Allah
Di balik kata ada hikmah
Asam garam kehidupan
Juga kenangan pada: nenek, ibu, ayah dan guru
Ada seorang menulis sajak
Ia menuliskan hidupnya yang puisi
depok, 1999
 

KAMERA
    buat: fudzail

Wajah bangsa dipotret, mungkin redup
Tapi ia wajah kita sendiri, menyeringai
Mungkin malu
Atau kesakitan
Sungguh, teramat sulit untuk bicara jujur
Ketika ketakutan mengepung di mana-mana
Ada seorang memotret, dengan jemarinya
Mungkin wajah kita di situ
depok, 1999
 

SEPATU ITU MASIH DATANG, TEHRANI?
               buat: tehrani faisal

Sepatu itu masih datang,
Padamu?
Dengan derap
Yang mungkin menggetarkan lantai
Tapi tidak hatimu
Karena kekuasaan manusia
Bukan untuk ditakutkan
Karena suara sepatu
Hanya derap menggetarkan pada jalanan
Tapi tidak hatimu
Ada kawanku,
Dengan keberanian
Meyakini itu
depok, 1999

 
GUMAM PUKUL 23.15

sebentar lagi, ya sebentar lagi,
pada malam, keheningan yang menciptakan rindu
"ternyata kita tak lebih baik," katamu
terlihat capek, dengan segala perasaan sia-sia
ke mana kita akan pergi, pada kelam atau silam?
wajah itu demikian kusam, tak seperti kanak
ya, tak seperti impian kita, dunia yang damai
penuh cinta, pada dongeng wonder land
tapi  ia akan datang juga
mengganggu kita, hook dengan tangan kait besi
menjangkau sayap mungil, dan menghancurkannya
tak berkedip, tak berkedip
mari kita tidur saja, semoga perompak itu
tak merampok kebahagiaan dalam mimpi kita
malam ini

depok, 1 Desember 1999
 

DONGENG Y2K PUKUL 23.35

merangkak detik dari 23.35 mungkin menggigilkanmu
jam akan datang pada abad 00.00
(2000 tahun manusia dirayakan, seekor kutu
terselip dalam layar monitor, ucapkan: selamat datang!)
cahaya itu begitu menyilaukan
dari mana datangnya, mungkin dari benua ketiga
(2000 tahun manusia dirayakan, seekor kutu
terselip dalam hulu ledak nuklir, ucapkan: selamat tinggal!)
"halo...halo..james,
h...a...aa..l...o ma...i...h di ...siiitu?"
krrrrreeeezzzzzssskkk
mungkin itu, gemerisik terakhir
dari pesawat telponmu

depok, 1 Desember 1999
 

DUA DAN SATU KERINDUAN

mari,
kugenggam jemari,
engkau yang cahaya purnama,
mari menari,
dalam hari
engkau yang tertawa bahagia,
mari, ke mari
di sisiku bidadari
engkau yang ku cinta

malang, 11 oktober 1999

 
SUPERMAN

buat: tomita dan suhra

1.
"aku ingin jadi hero, pahlawan pembela kebenaran", kata kanak dengan
mata berbinar,

mungkin ia dari masa lalu, seperti buku komikku menguning, seperti
louis & clark, batman dan robin, zoro, janggo, phantom, gundala, flash
gordon, ....

"aku ingin jadi super man", kata seseorang

aku seperti pernah mendengar entah siapa bicara, mungkin lelaki,  dari
sebuah negeri yang jauh, mengatakan: "kita telah membunuhnya"
dan aku tak percaya bualnya

2.
dan ia datang padaku, membisikkan: "telah diringkus promotheus, dan ia
menjadi bait puisi, karena mencuri api, karena ia mencuri api"*

 

SEPOTONG SENJA DI KOTAMU
            buat: medy

ada yang bercerita, tentang senja, maghrib yang lengang di televisi,
aku tatapi senja, "aduh seno, jangan kau potong senjaku... biarlah
alina..biarlah." senja begitu indah, cahaya disela awan,
bahtiar,  mochtar, ada yang nyala di buku, seperti
mimpi
depok, 1999
 

LABIRINTH MUMET ATAU MOZAIK PERCA
         kenangan untuk: raymond valiant

malam yang merangkak di bawah rembulan sepotong, bercangkir kopi, kita
nyalakan tanya: tentang cinta, perempuan dan tuhan?
"aku ingin lari dari belenggu harapan," kata kinyur menunjuk erich fromm.
"dimanakah engkau wanitaku?" dedi begitu parau menyuarakan sepi, seperti
willy
ah, mengapa teks mitos dan logos terbakar. mengapa? adakah yang membenci
kebenaran? suara senyap yang menggigilkan ujung tanya
ada yang bertanya padamu: habermas, mana jalan ke frankfurt? lewat watu gong
atau betek? atau sepi perpustakaan, buku berdebu, internet yang nyala...
(ada dering di kejauhan, halo di mana kamu?)

depok, 1999
 

KAUKAH PEREMPUAN ITU

kau menyeru: "ibu, ibu, habis gelap terbitlah terang!*"
kaukah perempuan itu, yang datang dalam mimpi, selepas malam,
udara begitu buruk, dan kau masih tetap di situ, menulis gelap,
dengan jemarimu, yang luka
ada kuingat, perempuan di titik nol; masihkah kau ingin perdebatkan lagi
tentang clitoris yang dipotong habis,
aku begitu menggigil, seperti malam keramat, mahfoud mengabarkan perempuan yang
mendongeng, kau ingat: bayi yang ditimbun pasir, dilempar ke got, .....
ia manusia, dan
aku mencintainya

depok, 1999
 

DONGENG NEGERI DONGENG

pada catatan pinggir, goen, ada warna sepia? kamus terbuka, terumbu,
kersik, lokan, poci, confety, menjadi abadi? lalu berjejalan di
kota-kota semangka, sepatu, migrasi dari kamar mandi, 100 meter dari
kota ciledug, sedekat malna menulis surat untukku? atau kapak, ngiau,
rabu yang ditakik? tarji tergelak
ilalangtelahdinikahkankah rosa? serupa dingin, beringsut di angin,
mungkin sebuah perubahan, gus, mungkin serupa didaktika catur...
tapi kota-kota mulai gelap, chairil, seperti karet, karet tempatmu
y.a.d, mungkin pula pada pelabuhan tempat laut hilang ombak...
tapi ada yang bergegas, dengan tegas, saut, ke mana sobron, ke mana,
kemana wispi, ke mana iramani, ke mana mimpi itu pergi? ke mana,
hamzah, ke mana taufiq, ke mana willy, ke mana?
sobron menulis:, aku buat tape ketan, rendang, di negeri orang, wispi
dulu di nanking, iramani? coba tanyakan pram, mungkin ia tahu di mana...
heh, hamzah berdiri di senja senyap, taufiq di padang ilalang bertopi
jerami mungkin ingat umbu, atau malu menjadi orang indonesia, dan willy
duduk di samping seonggok jagung...
dan sepotong senja, di tangamu seno, serupa mimpiku, segera kan
tenggelam....
seperti
matanya

depok, 1999
 

DONGENG NEGERI

Jangan Kau Dongengkan Lagi Untukku
Impian Kosong
Aku Sudah Bosan Dengan Segala Janji
Aku Sudah Jemu Dengan Segala Khayalan
Kita Tak Berada Dalam Surga
Dari Barat Sampai Ke Timur
Itukah Milik Kita?
Jamrud Khatulistiwa, Indah Beraneka, Rimbun Pohonan,
Biru Lautan, Tambang Emas Permata, Siapa Punya?
Pipi Cekung, Mata Melotot, Daki Menempel, Ingus Di
Hidung, Pengap Kereta Api, Perut Lapar, Siapa Punya?
Jangan Lagi Bicara
Jika Hanya Janji Untuk Diingkari

Jakarta, 1999
 
CATATAN 12 MEI 1998

Anak Muda Tak Tahu Apa
Menganga Luka
Dari Senjata Siapa?
 
CATATAN 13-14-15 MEI 1998

Apa Yang Harus Ditulis
Dari Tubuh Terbakar
Hangus
Perangkap Menjebak
Orang Lapar
Seperti Tikus Menggelepar
Ditelan Panas
 
CATATAN 20 MEI 1998

Bapak, Kami Sudah Bosan
Dengan Segala Dusta
Turunlah Segera!
 
 AMBON

Dua Saudara Berhantam
Siapa Tertawa?
 
ACEH (1)

Bapak, Rencong Yang Dulu Menusuk Dada Kape
Haruskah Ditusukkan Ke Saudara Sendiri ?
 
ACEH (2)

Sepatu Lars Hitam,
Topi Hijau
Di Tengah Pekik Ketakutan
 
PETAKA (1)

sepotong roti
serentetan tembakan
senyum
siapa?
di lorong gelap
malam serasa kelam
walau api menyala
di mana-mana

jakarta, 1999
 
PETAKA (2)

ada yang dipecahkan, dari kenanganmu
sumpah pada kebenaran, kesejatian
"berbahasa satu bahasa kebenaran!"
lalu siapa khianat?
pat gulipat di balik punggung
tak kutahu bahasa uang
tapi molotov
siapa yang nyalakan?

jakarta, 1999

 
CATATAN PADA BUKU BAPAK IBU

bapak ibu, lelehan darah dan airmata
menggenang di aspal hitam,
kau catat di buku harianmu?
nama-nama siapa sepanjang pidie, ambon, semanggi,
priok
mungkin kau tahu
mungkin kau tak ingin tahu

jakarta, 1999
 
GUGURAN BUNGA

temanku tertembak siapa seusai unjuk rasa, di
tangannya segenggam roti,
tahun yang lalu temanku yang lain tertembak di
kampusnya,
hari-hari kemarin teman-temanku hilang begitu saja,
entah ke mana?
siapa menabur bunga baginya? bapak ibu lupa
menyampaikan salam untuk mereka. mungkin kalian lupa.
tapi tak kulupa. mereka pemberani menentang bahaya...
bunga yang gugur
bunga yang sedang mekar
tak kau catat pula di hatimu?

jakarta, 1999
 
TELEVISI OKTOBER

mungkin bukan musim bunga hongaria, ketika kau rayakan
kemenangan taburan pujian dan harapan, mungkin letusan
petasan atau ucapan syukur:
"interupsi!"
itukah demokrasi? impian surealis yang kau bayangkan
di tengah gemuruh demonstrasi. perdebatan di ruang
diskusi. janji di kerumunan kampanye.
"interupsi!"
lalu ada yang kecewa dan meledakannya dengan api.
karena ibu tak berdiri di mimbar. karena ibu
dikalahkan terus...
"interupsi!"
ibu berdiri di mimbar. tapi masih ada juga yang
kecewa. masih ada yang menyimpan sesal!
"interupsi!"
jakarta, 1999
 

OBITUARI

lelaki yang menatap malam: kesunyian, warna hitam
pada silhuet panorama,  negeri yang menangis,
orang sendiri membaca diri,........
lelaki pemimpi: eksistensi! lalu wajah-wajah menari-nari:
marx, darwin, hegel, nietszche, jesper, camus, heideger, foucoult, walter
benyamin, adorno,......
obituari? penguburan segala kenangan. requiem sepi.
begitu lengang rumah sakit jiwa ini. juga pemakaman!

1999


sajak buat suhra

kemudian kuusap matamu: tak ada airmata!
tapi tergenang cerita masa ke masa
ada yang menari, suhra, di langit
mungkin bidadari
mari ke mari, bintang biruku
sebelum maut berpaut
: ada senyum
juga cahaya
terang sekali
 

MENCATAT PERPISAHAN
                                    buat: fudzail

apa yang harus disesalkan dari sebuah perpisahan? pertemuan! kata
seseorang. bukan, karena sebuah perjumpaan menciptakan kenangan indah,
ucapkan syukur atas segala yang terberi...
"tapi aku akan merindukanmu", katanya mengusap mata
sebuah sore, akhir pertemuan, ada yang bernyanyi: sayonara...sayonara..
sampai berjumpa pula, buat apa susah...buat apa susah...susah itu tiada
gunanya

 
SERIBU BULAN

ada yang mencarimu dengan tak sungguh-sungguh mencari karena
manusia ini tak pintar bersyukur tak pintar memuji tak pintar menahan
diri tak pintar mengaji tak pintar merendahkan hati karena
mungkin bengal mungkin bebal mungkin kesal mungkin sial mungkin
tapi ingin diraih bulan seribu bulan bersinar cemerlang seperti surga
seperti janjimu seperti orang-orang yang berjalan di jalan yang lempang
dan lurus
duh gusti, ajari aku, menjadi...
 

HAI, KATAMU (I)

hai, katamu. lalu kita bersalaman. berjabatan erat. genggaman
ketulusan. lalu kita cipta angan-angan. merangkai bulan. merangkai
mimpi. aku ingin terbang. aku ingin terbang...
"hebat, bisa terbang", katamu
lalu kau beri aku replika pesawat. menderu-deru dalam benak kanakku.
aih, jangan cemberut begitu. bolehlah kau ikut. ke ujung dunia. ke awal
atau akhir kata. ke mana kau mau?
"emang di bulan ada coklat?", katamu menggoda
lalu tubuhku menjadi menjadi supermarket: pasta gigi, sabun, wastafel,
sosis, .... aha! kau tertawa. mentertawakan dunia? sekarat dan sakit
jiwa
kita bergenggaman jemari. bergenggaman....

 
HAI, KATAMU (II)

hai, aku ingin sekejap saja memicingkan mata dari mimpi-mimpi manusia.
seperti diledakan dalam kepalaku. deretan gambar dan huruf bergetar
dari tabung-tabung: mampuslah manusia! mampuslah kemanusiaan!
aku menemukan diriku etalase benda-benda. tubuh yang hanya daging.
berdenyut. denyut. ih, mengapa dilempar ideologi ke kamarku?
sudahlah, lupakan saja apa yang kita bicarakan, seperti waktu lalu.
seperti waktu lalu...
kita susun kembali rumah pasir. kita susun lagi...
 
HAI KATAMU (III)

hai, apa yang bisa disembunyikan oleh manusia. tatap-Nya begitu tajam
mengiris-iris. apa yang bisa dirahasia manusia? tiada! karena gerak
tetap terlihat. karena tindak akan tercatat. karena....
kebusukan akan terbaui juga akhirnya. pada jalan sebentang. pada
jembatan timbangan. pada layar...
neraca! usia sia-sia! defisit! merugi semata!

 
PANORAMA KEMATIAN

engkau tersedu? waktu telah menutup
mungkin bunga di tabur
tonggak ditancapkan
serupa ingatan? musim berguguran
beringsut mendekat
perlahan menuju
engkau kekasihku? wajah dipalingkan
duh, rindu tak sampai
lintasan tak usai
karena nyala? usia dihabiskan sia-sia
depok, 1999

 
SEPUCUK SENJATA SEIKAT KEMBANG

karena manusia ingin kuasa
jangan lagi, kau letuskan pada hari
dustamu melantakkan kepala & dadaku
apa arti manusia bagimu? daging hidup!
pada gelembung ludah, dicipta mimpi
teror menghantu, ladang-ladang mayat
duh, berapa airmata lagi kan dialirkan?
 
TANYA

ada yang gelisah mengetuk-ngetuk pintu tapi langit tak terbuka bagi
pertanyaan pertanyaan seperti hitam seperti kelam seperti malam
tersaruk saruk membawa lampu dimatikan sekilat cahaya berjalan guruh di
telinga tak terdengar terang cahaya tak terlihat karena sesat menjerat
karena telah dikutuk laknat
siapa berani terombang ambing dalam gelombang tak henti henti tak
menepi tak berujung tak habis tak habis duka lara duka gelisah racauan
resah manusia
sepucuk senjata sejuta taburan bunga sekering pipimu anak-anak di
pingir pinggir disepak ke sana ke mari sebagai bola sebagai impian
busuk dan buruk
mengapa risau juga lalu tanya seperti apa tapi manusia tak punya kuasa
karena
tanya

 
KOTA YANG KEHILANGAN

kemudian kota-kota berguguran,
kehilangan cinta
di mana kau sembunyikan?
tak ada mimpi di sini,
milik penyendiri
di mana kau letakkan?
pada geriap rambut,
atau teduh mata
di mana kau simpan?
pada telapak sepatu
atau bianglala
di mana kau tuliskan?
sebaris sepi
atau kerinduan
duh, mengapa rahasia juga?
tanya manusia
tanya manusia!

 
=aiueo? kosa kata=

apa yang terbakar pada hari-harimu adalah usia sia-sia berangkat pada
senja tak tahu mengapa hendak apa menerjuni kata menerjuni dusta
berdentuman tanya menjelma apa ada gema ada suara ada sia!
tiada siapa siapa ada siapa di mana suara? pecahlah rahasia!
meluncur mendesak menekan merangsak menetak menyalak : ach! dada dada!
kehancuran! nisbi! kenihilan! beri aku tanda!
begitu gemuruh begitu luruh begitu lumpuh begitu utuh begitu: tubuh!
: tak henti-henti meruntuh

 
=wak wak diputar wek wek memutar mutar wak wak berputar putar=

kemudian berputaranlah engkau dalam ruang sebagai gasing berputar putar
sebagai dalam labirin berputar putar sebagai dalam gelas berputar putar
sebagai dalam botol berputar putar sebagai dalam udara berputar putar
sebagai tanya berputar putar sebagai rahasia berputar putar sebagai:
tiada!
kemudian diputar putar kelamin diputar syahwat diputar putar dusta
diputar putar curi diputar putar syak wasangka diputar putar belati
diputar putar kuda tunggangan: manusia sepotong napsu membara
kemudian memutar waktu memutar millenium memutar abad memutar generasi
memutar windu memutar tahun memutar bulan memutar jam memutar menit
memutar detik: tik..tik tiba di ujung siapa gigil siapa rintih siapa
takut siapa? nyala!

 
BERHENTILAH!

berhentilah sejenak berhentilah nanang jangan terus berlari mengejar
bayang bayang ke ujung cakrawala ke ujung impianmu tak ada habis
habisnya huruf dideret dileburkan dalam darah dalam airmata dalam dalam
begitulah sepi memagut cinta melarut sebagai sungai melaut melintas
berputar menguap ke udara ke udara
metamorfosis? seperti kupu kepompong ulat telur kupu: hai pertapa!
berapa sunyi maumu berapa laut hausmu berapa langit harapanmu berapa
mimpi impianmu berapa cinta pintamu
berhentilah sejenak berhentilah nanang jangan menangis lagi jangan
terus menulisi udara bertuba darah mengalir otak tercecer daki menempel
pipi kering luka menganga gelisah manusia api menyala bom meledak kanak
tersungkur
berhentilah!
 
GERIMIS DI HUTAN
       buat: yono

sepucuk surat: hutan begitu gelap kawan, hutan begitu gelap...
lalu keriuhan hewan berdengung di pohonan, aku merindukanmu, suara
dari kesunyian
tak sanggup kutatap mata, karena cerita akan ditemu juga, berkelebat
bayang-bayang melintas, panorama
dari kegundahan
biarlah, mimpi kucipta sendiri, biarlah pada benakku sendiri, biarlah
gerimis di hutan kunikmati sendiri, seperti
sepi

 
Sila ditengok juga:

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan SAJAK-SAJAK NANANG SURYADI  ORANG ORANG  YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA PADA TEMARAM PERTARUHAN DIMAINKAN di sudut sebuah pasar malam, bayangan tentang las vegas, macao, dan crown melintas-lintas dalam benakku, seorang perempuan tua meraup coin dari alas penuh nomer, pada temaram pertaruhan dimainkan, nasib baik atau buruk penjudi kelas teri di pojok yang lain, gambar ikan dan udang yang ditebak menyimbolkan apa? selain penasaran yang minta dilunaskan, karena kekalahan menikam ulu hati, memakilah, karena tiada mampu berbuat apa melihat segalanya terjadi: upeti diselinapkan pada tangan siapa. namun adakah yang peduli, karena pertaruhan terus dimainkan. hidup dan mati di meja kehidupan. (sepertinya malam telah begitu larut, dalam benak kita menari-nari dursasana dan sengkuni yang menang dadu. adakah kita pandawa yang terusir ke hutan belantara?) Malang, 1997 KINCIR DIAM SEBUAH PASAR MALAM

Kumpulan Puisi Protes Sosial: Surat Untuk Ibu Pertiwi

Sajak-sajak NanaNg SuRyaDi SURAT UNTUK IBU PERTIWI STOP PRESS, 1998 "untuk hidup mengapa begitu rumitnya?" televisi menyala: rupiah terpuruk jatuh harga membumbung tinggi banyak orang hilang tak tentu rimbanya 12 Mei 1998 mahasiswa mati tertembak siapa? 13-14 Mei 1998 kota-kota terbakar kerusuhan perkosaan, teror! 21 Mei 1998: "sang raja lengser keprabon" graffiti menyala di tembok-tembok: "pendukung reformasi" eksodus: "singapura-hongkong-china-taiwan!" munaslub: "turunkan para pengkhianat!" ninja beraksi, orang berlari, maubere: "referendum!" "mengapa hidup begitu rumitnya?" seorang ayah bunuh diri bersama empat anaknya 1998, belum usai... (hari ini ada berita apa lagi?) Malang, 1998  DERING TELPON DARI MANA ASALNYA dering telpon dari mana asalnya, berdering-dering saja, kabarkan apa, apakah berita yang sama seperti kemarin, tentang sebuah negara berkembang

Contoh Sajak Rindu kepada Tuhan

Di Saat Aku Merinduimu Genta waktu yang kau bunyikan Dentingnya sampai di sini Di penghujung hari Saat ku merinduimu Apa yang ingin kau kabarkan? Di kelebat saat yang fana Engkau demikian abadi Dalam ingatanku Sejak kau hembus Tak pupus Hingga kini Hingga gigilku sendiri Merinduimu Di lelangit harap dan mimpi Kutatap Juntaian takdir Leliku Jalan-jalan bercabang Sampaikah aku Menujumu? Di hariba Cintamu