Skip to main content

Sajak Untuk Kawan

PESAN DEBU KEPADAMU

debu. sebagai pesan yang dihantarkan angin kepadamu:
"masih kau simpan rindu itu?"

mungkin waktu
menguji jawabmu




KABAR DARI PERBATASAN

di perbatasan
bayangkan aku harus berdiri sepanjang hari

mengawasi

agar mereka mengerti bahwa aku menjaga
cinta di hati

aku harus di sini, di perbatasan ini

karena masih kulihat sekam sekam membara
membakar diri

diri mereka sendiri




KARENA TANGANNYA MEMERCIKKAN API


kembali kau hitung lembar demi lembar rambut yang mulai memutih apakah kau temukan di situ riwayat derita hingga kau temukan mimpi yang dipecahkan dalam semalam pada matamu yang mencekung pada wajahmu yang semakin tirus kurus karena neraka yang menjelajela dalam dada menghanguskan segala harap yang ditumbuhkan sebagai bunga yang kau siram dan kau bermimpi untuk tumbuh tapi api yang dipercikkan tangannya ke dalam dadamu menyalakan neraka yang menghanguskan segala rindu cintamu hingga



LORONG RAHASIA

kau sibaksibak rahasia di padangpadang datar di semaksemak rerumput ilalang yang gatal menusuknusuk menggoresgores kulit tubuhmu hingga kau temukan lorong goa yang ingin kau masuki lebih dalam lagi hingga engkau tersesat ke dalam tanyamu sendiri di mana ujung segala rahasia tak ada cahaya tak ada hanya putaranputaran yang memabukkan hingga engkau muntahmuntah tapi tak ingin kau hentikan menyibak rahasia hingga kau temukan jawabnya hingga




RINDU YANG KAU DAWAMKAN


rindu yang kau dawamkan telah sampai di alamat tak kah kau terima dawam cintanya sebagai jawab tak kah kau rasakan dalam jiwamu yang cahaya cahayanya menyala nyala menerang terang dalam dadamu sebagai cahaya yang tak kau tahu asal mulanya tapi dapat kau rasa menerang terang dalam bola matamu memendear pendar dalam rasa bahagia memuncak puncak hingga engkau gelepar di puncak setubuh cahaya!




SEBAGAI KUTUK


acungkan pedangmu ke langit katakan bahwa engkau akan menetak segala tekak merajah segala wajah menusuk segala lubuk ulu hati jantung menebas tebas segala kenang dan menumpuknya di padang-padang perang sebagai perayaan kekalahan diri sendiri di badaibadai sampai di petirpetir mencecah di gelegar halilintar katakan bahwa engkau akan membunuh segala yang hidup katakan kau akan tumpas segala yang ingin abadi katakan kau cemburu kepada yang saling mencinta katakan kau adalah musuh dari segala kasih sayang karena janjinya adalah dusta karena tawanya adalah dusta karena cintanya adalah dusta karena segalanya adalah dusta karena kau rasa di puncak segala pengetahuan tentang segala kau lihat sudah saatnya diambrukkan langit dilipat semesta hingga lumat dan kau tuntaskan segala nyeri dalam dada sebagai tikam pedang ke dada kiri sekali di akhir sekali





BAU TUBUH YANG MASIH KAU INGAT DI SAAT BERAHI


bau tubuh perempuan di saat berahi memuncak pada ingatan yang lamat kau cium dari jarak yang semakin jauh bukan wangi parfum yang dioleskan di belakang telinga atau deodorant yang disemprotkan di ketiaknya ingatan yang menggodamu seperti catatan pelajaran kimia yang iseng kau tulis sebagai rumus-rumus tentang cinta sebagai persenyawaan sebagai molekul sebagai atom sebagai ion tanpa kau tahu di tabung mana ia akan bereaksi di tubuh mana ia akan beraksi di kelamin mana ia akan berereksi tak kau tahu karena ingatan demikian lamat demikian lamat pada benak yang disimpan di lemari pendingin ingatan yang membeku sebeku sperma yang kau titipkan juga di situ satu jam setelah ingatan terakhir tentang bau tubuh perempuan di saat berahi memuncak di malam itu





NARASI SEORANG NELAYAN DAN KEKASIHNYA


di sebuah pelabuhan
(mungkin chairil pernah ke sini, dan menulis sajak untuk sri ajati)

seorang nelayan dengan topi koboy bersepatu boot
ditenggaknya sebotol gin:

"senja yang indah kekasihku. tapi aku harus berlayar."

seorang perempuan dengan kaos dan jeans ketat
membalut tubuhnya yang sintal:

"jika saja aku boleh ikut berlayar. bersamamu."

seorang lelaki dengan tatap yang tajam
setajam tatap belati menusuk ke dalam dada
ke dalam jantung hati:

"kau ikut denganku? tak kau takut badai nanti?"

seorang perempuan yang tak ingin menanti
walau banyak perempuan hanya menanti, menanti, menanti
tatapnya manja penuh rayu dan mata yang menyiratkan birahi:

"ya, aku akan ikut. tak peduli badai. asal aku di dekatmu. di pelukmu
selalu. sepanjang hari."

lelaki bertopi dengan tajam menatap senja
perempuan berkaos ketat dengan sendu menatap senja

"senja yang indah," perempuan bergumam

"ya senja yang indah. tapi aku harus berlayar." kata lelaki

"aku ikuuuut," rajuk perempuan

sang nelayan yang terdiam menghela napas. kemudian bicara:

"kekasih, aku mencintaimu. aku akan merindukanmu. di lautan badai kan
kusebut namamu. jika badai besar datang nanti dan aku tak kembali padamu, aku
ingin kau tetap hidup untuk mengenangku. cintaku."

senja yang indah. senja. dan perempuan yang menangis. karena harus kembali menanti.
seperti perempuan lain, yang selalu menanti.



Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Puisi Orang Yang Merenung dan Perenungan

Kumpulan Puisi  sajak-sajak: nanang suryadi   ORANG YANG MERENUNG  PRIBADI YANG TERBELAH bercakap sebagai karib yang selalu menghinakan satu sama lain melecehkan, bertempur dalam ruang dan waktu: diri! ada berapa kepribadian yang hadir pada dirimu? bertolak belakang paradoksal atau saling melengkapi sebagai harmoni sekular atau tak dikotomis atau bukan engkau hadir mencoba untuk tidak goyah, utuh mengatakan pada dunia tapi tak bisa senantiasa ada dialektik senantiasa ada keinginan-keinginan manusia yang tak terpadamkan , sepertinya..... Malang, 7 Juni 1997 ORANG YANG MERENUNG buat: cak zen tanda yang membayang pada bola mata adalah dunia berputaran dalam benak kepala terbacalah kegundahan manusia merenungkan kehidupan sebagai cerita tiada habis-habisnya seperti juga ayat yang terbuka untuk ditafsirkan alam mengajarkan rahasia-rahasia sebagai tanda-tanda terbacakah juga di situ segala jawaban? orang yang merenung ...

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan SAJAK-SAJAK NANANG SURYADI  ORANG ORANG  YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA PADA TEMARAM PERTARUHAN DIMAINKAN di sudut sebuah pasar malam, bayangan tentang las vegas, macao, dan crown melintas-lintas dalam benakku, seorang perempuan tua meraup coin dari alas penuh nomer, pada temaram pertaruhan dimainkan, nasib baik atau buruk penjudi kelas teri di pojok yang lain, gambar ikan dan udang yang ditebak menyimbolkan apa? selain penasaran yang minta dilunaskan, karena kekalahan menikam ulu hati, memakilah, karena tiada mampu berbuat apa melihat segalanya terjadi: upeti diselinapkan pada tangan siapa. namun adakah yang peduli, karena pertaruhan terus dimainkan. hidup dan mati di meja kehidupan. (sepertinya malam telah begitu larut, dalam benak kita menari-nari dursasana dan sengkuni yang menang dadu. adakah kita pandawa yang terusir ke hutan belantara?) Malang, 1997 KINCIR DIAM SEBUAH PA...

Bulan di Langit Malam

Melintasi malam Bulan separuh Di langit cerah Cahayanya menerang Di kejauhan Malang, 2023