Skip to main content

Baca Sajak di Kafe Mahasiswa

BUKU kumpulan sajak karya Nanang Suryadi (30) berjudul Telah Dialamatkan Padamu (2002), Rabu (4/6) malam dibacakan di sebuah kafe mahasiswa di Kota Malang. Jika menilik muatan sajak yang dikandungnya, sebetulnya memiliki aliran Sufi yang sangat pelik dan personal, tetapi tetap saja puluhan pasang mata mahasiswa mau berusaha menikmatinya.

Kafe yang bernama Kafe Gama letaknya berimpitan dengan dinding batas sebelah barat kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) itu berhasil memberikan wacana kesenian yang modern. Khususnya bagi kalangan masyarakat generasi terdidik diharapkan jalan hidupnya penuh apresiasi dan ekspresi seni.

Nanang pun secara sederhana mengungkapkan, latar belakang tulisan-tulisan sajaknya itu sebagai proses dirinya di dalam pencarian Tuhan. Dan, setiap orang sudah atau hendaknya melakukan hal itu.

Dalam sajak-sajaknya diungkapkan kedekatan dan keinginannya menyapa Tuhan. Sesuatu yang terbayang, para Sufi atau ahli ilmu tasawuf di dalam Islam, atau secara umum dikatakan pula sebagai ahli suluk ini, sering menyampaikan ajaran yang bermakna di luar kitab-kitab yang sudah ada sebelumnya.

"Para Sufi dulu sering dikatakan dalam kondisi trans, mengucapkan berbagai sesuatu yang kemudian dicatat para muridnya. Tetapi saya tidak sampai ke situ," kata Nanang.

Sesuatu yang terucap dari para Sufi dan dicatat itu kemudian menjadi bacaan. Sering menyajikan bayangan kehendak para Sufi untuk mencapai kedekatan antara manusia dengan Tuhan Sang Pencipta. Kedekatan dengan Tuhan itulah yang kemudian membawa kedamaian yang diharapkan setiap manusia sesungguhnya.

Di dalam trans, buah kedekatan meskipun sulit diungkapkan dengan bahasa, tetap harus diungkapkan. Nanang mengatakan, untuk menyebutkan Tuhan yang sangat dikasihi, lalu sering muncul Tuhan itu Kekasih. Simaklah penggalan sajak yang berjudul Penari Telanjang ini.

ā€¦..

Menarilah engkau

Berputar menggeliat gelinjang

Hingga mengencang syahwat

Serindu-rindu akan wajah Kekasih

ā€¦..

Nanang ingin menyampaikan, Tuhan itu memang Kekasih, Kekasih yang teramat dirindukannya dan juga oleh hampir setiap orang lain.

NANANG lahir di Pulomerak, Serang, yang sekarang masuk Provinsi Banten. Ia memang sudah melekat dengan berbagai komunitas seni dan mahasiswa di Malang dan tercatat sebagai mahasiswa Unibraw pada Fakultas Ekonomi mulai pada tahun 1991.

Bahkan sekarang ia masih melanjutkan pendidikan S2 Program Studi Manajemen, tetapi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).

Ia tergolong aktif dalam berbagai kelompok kesenian di Malang. Di antaranya ia aktif di dalam Forum Pekerja Seni Malang (FPSM), Komunitas Belajar Sastra Malang (KBSM), Komunitas Sastra Indonesia (KSI), Himpunan Pengarang, Penulis, Penyair Nusantara (HP3N), Masyarakat Sastra Internet (MSI), dan sebagainya.

Perjalanan membukukan karya-karya sajaknya memang diawali dengan giat menulis sajak dan dikirimkan ke berbagai media massa. Bahkan, pernah pula Radio Jerman Deutshe Welle menyiarkan beberapa sajaknya yang sufistik tersebut.

Catatan sajaknya juga sudah sering tampil dalam berbagai buku kumpulan sajak. Di antaranya kumpulan sajaknya di dalam buku berjudul Sketsa (HP3N, 1993), Sajak di usia Dua Satu (1994), Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri yang Menangis (MSI, 1999).

Atau, buku kumpulan sajak bersama rekan-rekan lainnya, seperti Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego-Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), dan seterusnya.

PADA kesempatan itu tampak pula Jumali yang dikenal kalangan mahasiswa sebagai penggiat seni teater di Malang. Jumali, lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta ini pun turut membacakan sajak-sajak Nanang di dalam buku terbarunya itu.

Suasana remang di dalam kafe yang ada di tengah kampung Watugong itu sangat santai. Pengunjung yang menikmati hidangan makan malam pun mendapat bonus adegan baca puisi yang jarang dijumpai di mana pun.

Menurut Jumali, gerak kesenian di Kota Malang kini memiliki kelebihan mampu berjalan secara alami. Gerak kesenian khususnya yang dijalani kalangan seniman muda itu berjalan menjawab kebutuhan apresiasi dan ekspresi terhadap suatu karya seni.

Di antaranya diwujudkan dalam berbagai pentas, seperti baca sajak di kafe mahasiswa maupun pentas-pentas teater yang sering diadakan di kampus-kampus.

"Memang kini ada jarak kepentingan dengan birokrasi-birokrasi yang mengurusi bidang kesenian. Tidak hanya terjadi di Malang, tapi juga terjadi di Surabaya yang sering menghadirkan wacana untuk kesenian seluruh Jawa Timur. Tetapi para pelakunya tidak mau melibatkan seluruh seniman yang ada, terutama dari pelosok-pelosok. Seni cenderung telah menjadi sebagian proyek bagi suatu kelompok kepentingan saja," kata Jumali.

Baca sajak di kafe mahasiswa. Ini wujud gerak alami kesenian yang terasa tak memandang kepentingan tenar dan mencari sesuatu di baliknya. Selain kepentingan seni itu indah dan perlu diekspresikan kepada segenap masyarakat. (NAWA TUNGGAL)

sumber: Kompas

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Puisi Orang Yang Merenung dan Perenungan

Kumpulan Puisi  sajak-sajak: nanang suryadi   ORANG YANG MERENUNG  PRIBADI YANG TERBELAH bercakap sebagai karib yang selalu menghinakan satu sama lain melecehkan, bertempur dalam ruang dan waktu: diri! ada berapa kepribadian yang hadir pada dirimu? bertolak belakang paradoksal atau saling melengkapi sebagai harmoni sekular atau tak dikotomis atau bukan engkau hadir mencoba untuk tidak goyah, utuh mengatakan pada dunia tapi tak bisa senantiasa ada dialektik senantiasa ada keinginan-keinginan manusia yang tak terpadamkan , sepertinya..... Malang, 7 Juni 1997 ORANG YANG MERENUNG buat: cak zen tanda yang membayang pada bola mata adalah dunia berputaran dalam benak kepala terbacalah kegundahan manusia merenungkan kehidupan sebagai cerita tiada habis-habisnya seperti juga ayat yang terbuka untuk ditafsirkan alam mengajarkan rahasia-rahasia sebagai tanda-tanda terbacakah juga di situ segala jawaban? orang yang merenung ...

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan

Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan SAJAK-SAJAK NANANG SURYADI  ORANG ORANG  YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA PADA TEMARAM PERTARUHAN DIMAINKAN di sudut sebuah pasar malam, bayangan tentang las vegas, macao, dan crown melintas-lintas dalam benakku, seorang perempuan tua meraup coin dari alas penuh nomer, pada temaram pertaruhan dimainkan, nasib baik atau buruk penjudi kelas teri di pojok yang lain, gambar ikan dan udang yang ditebak menyimbolkan apa? selain penasaran yang minta dilunaskan, karena kekalahan menikam ulu hati, memakilah, karena tiada mampu berbuat apa melihat segalanya terjadi: upeti diselinapkan pada tangan siapa. namun adakah yang peduli, karena pertaruhan terus dimainkan. hidup dan mati di meja kehidupan. (sepertinya malam telah begitu larut, dalam benak kita menari-nari dursasana dan sengkuni yang menang dadu. adakah kita pandawa yang terusir ke hutan belantara?) Malang, 1997 KINCIR DIAM SEBUAH PA...

Bulan di Langit Malam

Melintasi malam Bulan separuh Di langit cerah Cahayanya menerang Di kejauhan Malang, 2023