KUCARI ENGKAU, TAPI KATAMU KAU CARI DULU DIRIMU SENDIRI
kota demi kota menyimpan jejak kakiku, kenangan demi kenangan menera peta dalam sajakku, tapi dimana diriku sendiri?
dari ceruk ke ceruk, dari palung ke palung, kucaricari rahasia diri, dimana sembunyi jawab atas tanya, o dimana?
di tanur tanur rindu cintaku ditempa, hingga muai oleh api cemburu, hingga murni, cintaku padamu
berkali-kali aku gawal dalam uji, berkali-kali kau ampuni, karena cintamu kutahu, karena cintamu. memberi arti
di puncak malam ada yang tugur, menunggu sunyi gugur, sebagai airmata yang bercahaya, melarutkan kesah ke lautan maha Cinta
Malang, 2011
DENGAN SAJAK KUKABARKAN PUISI
Sajak adalah mata kanak kanak yang bening tak berdosa, temukan rahasia di balik teka teki waktu, sebuah kehendak
Kau tak dapat berbohong dengan sajak, karena sesungguhnya hatimu telah menera jejak
Jika kabar demikian samar, sajak mengajakmu untuk menebak, teka teki kehendak
Puisi telah memenuhi ruang kepalaku, riwayat riwayat yang minta dicatat, keindahan yang minta dikabarkan
Dari hati kembali ke hati, dari cinta kembali ke cinta, demikian puisi akan kembali kepada puisi, di dalam diri
Bukankah menginginkan rumah yang nyaman, demikian pula puisi, ingin layak diletak di rumah sajak
Malang, 2011
KAU MERASA MENJADI SESUATU YANG TAK KAU PAHAMI
serupa gerimis, puisi menyimpan tangismu diamdiam, turun perlahan, di malam yang tak pernah kau akui mencintai sepinya
sebuah sajak kau nyalakan di malam yang demikian rapuh, serapuh dadamu yang tak mampu menahan tangis
kau merasa menjadi malam yang tak pernah dicintai, selain dikutuk mercusuar yang sepi, laut yang gaduh dan perahu yang kehilangan arah
engkau merasa menjadi perahu kecil yang terombang ambing di laut badai di kerdip pasi cahaya mercusuar yang sepi
engkau merasa menjadi badai di laut yang gaduh memecah di pantai yang jauh menghempashempas tak henti
kau merasa menjadi mercusuar di laut badai, kerdip demikian sepi, di dalam deru, demikian pasi cahaya, demikian sepi
Jogja, 2011
HURUF-HURUF MENGGELETAR
langit yang lengang, udara panas, tapi aku menggigil dalam sajakku sendiri. huruf-huruf meminta dituliskan dalam darah. dalam derita airmata
huruf-huruf menggeletar menggelepar memburu jawabku: “cintamu palsu, nafsu birahi melulu! apakah kau dengar jerit pilu di lapangan eksekusi?
“masihkah engkau ingin menulis sajak cinta, saat keadilan teraniaya?” demikian sebuah suara. dan aku tergagap gila.
ya, kita terlalu banyak berbicara, memperdebatkan yang hanya bisa dirasakan, di dalam dada kita sendiri.
ada apa di luar sana, masihkah cinta diperdebatkan, udara tropis yang panas tapi aku gigil mengeja cinta yang berteka-teki
aku bayangkan ada serpihan-serpihan salju meluncur dari langit yang lengang, langit abu-abu, di saat gigil memandang jendela
Malang, 2011
MALAM MENYIMPAN AIRMATA
malam menyimpan airmata, dan mengembunkannya di pelupuk mata, matamu. serupa sajak, yang menerima kesah, tanpa menggerutu.
malam telah menegaskan kelamnya, kita menggambarnya dengan cahaya, lampu lampu berkedipan, berpendar di kejauhan
peluk aku, sebelum waktu berlalu beku, sebelum padam segala damba. peluk aku!
kita menuai ingatan ingatan, yang berlepasan, semacam rasa bahagia yang diputar kembali, dalam benak yang menyimpan senyuman
ada suara bergema dari masa lalu, denting piano, getar senar gitar, sajak-sajak yang menyimpan pedih, sejarah airmata
ada yang mengulang ulang kabar, mengeja airmata, karena cuma itu yang tersisa, mengingat jejak yang kian pudar
apa yang terlukis, mungkin gelisah waktu, detak jam dalam jantungmu, menyerunyeru
kita mengeja isyarat tanda, jejak pada sajak, mimpi di dalam puisi, wajahmu wajahku pulalah tercermin di sana
pada gigil udara kita mengeja isyarat semesta, yang mengada dan meniada, hanya satu adanya
Malang, 2011
Kepada Tuan Sapardi
Kanak kanak yang melipat kertas itu, kini menemuimu tuan, mencari perahunya yang terdampar di bukit, mimpimu saat itu
Hujan yang turun di bulan itu tuan, kabarkan pohon tak lagi tabah, menunggu kemarau yang tak menepati janjinya sendiri
Kanak yang membayangkan rumahmu, melukis dengan cat air: tiang listrik yang marah pada angin, “Jangan ganggu mimpi anak itu”
Siapakah kanak kanak yang membayangkan hidup demikian keras, mungkin engkau yang menggambar demikian tergesa, di dalam mimpimu malam ini
Malang, 2011
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
aku terima cintamu seikhlas hatiku, sungguh engkau maha pendengar segala keluh
segala adalah milikmu, segala adalah cintamu, aku berada di dalam rengkuhmu
jika rinduku adalah rindu yang dusta, jika cintaku adalah cinta yang dusta, tapi mengapa debar di jantungku selalu menyebut namamu?
jika mencintaimu adalah ujian, beri aku kesempatan lulus mencintaimu
jika hatiku terus bergalau, adalah ruhmu dalam diriku yang terus menyeru, merindurindu cintamu
sungguh aku teramat lelah, beri diri ketulusan berserah, di dalam pelukmu aku istirah
cintaku teramat rumit, menerjemah cintamu yang sederhana
akulah debu, dan engkau keluasan tak terhingga, aku debu yang tak sanggup menerka rahasia cintamu
berulangkali aku meruntuh, tapi cintamu tetap utuh
aku galau yang meriuh, dan engkau keheningan yang menerima segala aduh
suara suara yang diterbangkan angin, menggema di relung-relung, suara suara yang memanggilimu, rindu
doa-doa yang memenuhi langit bumi, entah berbisik entah memekik, ingin menyibak tabir rahasia: cintamu utuh
wahai, para perindu berbondong-bondong memburu cahaya, dengan sepenuh harap, kau catat: rindu yang bercahaya
karena cinta bersedih jika tanpa balas, maka jangan kau pupus harap perjumpaan denganmu. hidupku fana, tapi cintamu kekal
jangan tolak rindu cintaku, karena tanpa cintamu hidupku akan hampa, tak berarti apa-apa
aku tak akan menyeka airmata tangisku, karena telah menjadi saksi cintamu memang pantas dirindu selalu
aku menulismu dengan huruf besar atau huruf kecil, aku tahu kau tahu seberapa besar rinduku
aku telah luluh, merindumu seluruh, sebagai daun yang luruh tulus mencium bumimu menerima isyarat cintamu penuh
aku dan engkau, perindu dan yang dirindu, saling merindu untuk bertemu, walau tiada jarak cintaku cintamu
jika mata lahirku tak mampu memandang cintamu, mata batinku silau oleh cahaya cintamu. tersungkur aku, gemetar dalam sujudku
duhai, jika puisiku adalah kebohongan, maka telah tersesat aku di lembah kata-kata, mencarimu
aku peminta-minta, mengemis cintamu senantiasa, dan engkau maha kaya
jika aku selalu saja lupa dan melupakan dalam khilaf alpa, maka sungguh engkau tak pernah lupa
sajak sajak berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, duhai awal mula kata
kalimat kalimat berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai awal mula kata
kata-kata berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai asal mula kata
huruf-huruf berlepasan berhamburan, ingin bicara padamu, wahai engkau mula segala mula
dan kesenyapan menyapa, senyap yang melebur segala gaduh ramai dalam diri, hanya airmata duhai kekasih yang dirindu cintanya
sayapsayap cahaya menerang langit cintamu, membuka fajar, harap bertumbuhan sebagai tunas yang menyapa semesta penuh bahagia
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
Malang, 2011
Kita adalah jiwa yang saling menyempurnakan
Kita adalah jiwa yang saling menyempurnakan. Aku separuh jiwamu. Kau separuh jiwaku. Kita adalah jiwa yang utuh. Setubuh
Kita belajar untuk tabah, pada mata kanak yang menatap kita penuh harap: cinta yang tulus, setulus mata itu, bercahaya
Kita lewati peristiwa demi peristiwa, peta nasib yang digambari langkah kaki: cinta yang tabah dan sabar
Kita sandarkan angan dan ingin tidak pada angin, dengan jejemari kita susun bata demi bata kebahagiaan, di rumah cinta
Kita berdekapan, cintaku dan cintamu menyatu di dalam cinta-Nya yang satu
Malang, 27 Agustus 2011
Tiba-Tiba Aku Teringat Malna
tiba-tiba aku teringat malna. apa kabar malna? aku menggali kedalaman airmata dan menemukan orang-orang menangis: dimana diri sendiri?
hidup berputar dari huruf ke huruf, sesempit ruang tamu, ruang tidur dan kamar mandi. apakah kamu sudah mandi? memadamkan kepala dan bantal yang berasap
aku telah bertemu acep syahril, dia bilang malna ingin menulis di luar puisi. jangan menangis, seperti puisi yang tak bersedih. memang udara memar
bermainlah dengan jilan. batu-batu akan pindah ke halaman. sapi-sapi tak akan lagi melenguh mengeluhkan paru-paru penuh batu
nomer telponmu hilang. hapeku rusak terbanting. aku tak bisa kirim sms ucapkan selamat lebaran. bulan ditebak di langit hitam
apa yang kau lihat di malam lebaran malna? apakah seperti sitor melihat bulan di atas kuburan. serupa tanda. puisi yang meremang. isyarat
ah bulan, bulan yang samakah tertusuk ilalang? mungkin kau ingat garin dan zawawi. atau sapardi?
di restoran itu, aku lihat kau kenakan kalung pemberian teman. bukan ole-ole buat si pacar. ah, chairil dia menyimpan bulan memancar
apa kabar malna? aku menulis puisi dari ingatan sejarah yang melepuh. migrasi bahasa 140 karakter. ada tardji yang kerap kusapa di sini
apa kabar?
Malang, 8-9-2011
Sajak Yang Bersyukur dan Merdeka
Sajakku pagi ini adalah sajak yang tak henti berucap terima kasih, rasa syukur tak terhingga, sebuah doa
Kita menunggu secercah fajar, harap yang lahir senantiasa, di penghujung malam, kita berdoa: bahagia untuk semua
Kita terus berdoa, berterima kasih, karena kita tetap manusia, yang punya harap dan cinta
Adalah gema, dalam dada, ucapkan cinta, kepada kehidupan, o manusia merdeka!
Malang, 17 Agustus 2011
Huruf yang Letih dan Kesunyian Penyair
menatap huruf huruf yang letih,
biarlah tertidur dalam istirah,
biar lelah lebur dalam sunyi yang mendalam
para penyair berumah di dalam puisi,
berdiam dalam sunyi
di dalam sunyi
penyair membaca makna
rahasia diri
di dalam sunyi
penyair menghikmati cinta
menghidmati rindu,
keabadian dan kebenaran sejati
Malang, 16 Agustus 2011
di sunyi itu ada yang memintamu membaca
malam kuyup dengan cahaya bulan, dan gundah ini? kuyup dengan cahaya matamuapa yang digelisahkan dari ketiadaan? tiada. hanya kesunyian tak berbatas tepi. sepi. teramat sepi
di sunyi itu. ada yang memintamu membaca. bacalah! bacalah! dan engkau akan mengerti: Diri
Malang, 16 Agustus 2011
Di Pagi Hari
Kabut menyapa jalan-jalan. Kabut masih menunggu cahaya, yang akan menjemput. Bersama senyum matahari.
Di gigil udara, puisi mendaras embun ingatan, hingga cahaya menghangatkannya
Bulan di puncak bukit. Perlahan sembunyi. Ucapkan selamat pagi kepada matahari
Jalan-jalan masih menyisakan cahaya lampu, yang tak tertidur sepanjang malam. Selamat pagi. Tidurlah segera, kata matahari
Malang, 15 Agustus 2011
Mencintaimu
: kunthi hastorini
Aku hikmati hidup ini,
dengan mencintaimu setulus hati,
ungkapan syukur tiada henti
Aku hikmati hidup ini,
sepenuh khidmat, usia demi usia semoga tak tersia,
mencinta karena Maha Cinta
Karena mencintaimu
adalah ibadah hidupku,
mensyukuri sebuah karunia
Di dalam Cinta, kita berdoa
Malang, 7 Juli 2011
AKULAH BURUNG YANG MENYAPA SETIAP PAGI
sayapku terlalu mungil untuk mengepak jauh ke langit rahasiamu. hening yang asing. sunyi yang tak terkira
kicauku terlalu parau terlalu sengau kabarkan cinta yang remah di tangan manusia yang saling curiga. aku mematuki rahasia
paruhku yang kecil mengetuk dinding sunyimu. rahasia kehendak. garis takdir. Cintamu yang abadi, kueja berulangkali
aku hinggap dari ranting ke ranting, menerjemah gugur daun, menerjemah geliat ulat di paruhku, menerjemah embun dicium cahaya matahari di pagi hari
kau dengar kicau syairku, di halaman rumah, di pohon yang ranggas oleh kemarau, kicauku yang manis terdengar, adalah tangis
sayapku terlalu letih membentur badai tanyaku sendiri, bumi yang nelangsa, dunia yang membuatku mabuk tak berdaya
Malang, 26 Juli 2011
Akulah Air
Akulah air yang mengalir dari hulu ke hilir. Mungkinkah airmatamu? Membawa remah sampah luka manusia hingga ke muara, hingga ke lautan penampung segala kesah segala susah
Akulah air, akulah air, mengucur dari langit kenangan. Kenangmu pada airmata. Kenangmu pada cinta. Surga yang cahaya
Akulah air yang menyangga perahu perahu pengelana, dari gemericik kecil menjelma sungai sungai membelah kotamu membawa pesan gunung kepada lautan membawa pesan mata air ke gelombang lautan
Akulah air membawa saripati pegunungan, melarutkan garam kehidupan. Bagimu. Bagimu. Kupersembahkan cinta
Akulah air. Akulah air mengalir dalam tubuhmu. Mengalir dari matamu
Sebagai cinta mengalir. Sebagai rindu mengalir ke muara cintanya. Akulah air. Airmatamu!
Palembang, 2011
Melintasi Malam
pada buku berdebu, kau ingin membekukan waktu. karena secuplik ingatan, detik yang ingin terus tersimpan. serupa sajak, menyimpan jejak
demikian liris, demikian lirih, bisik angin pada angan. serupa rimis, menyapa miris, menitik di puncak detak. jam menggigil di dentangnya
malam kian menebal. cinta membuatnya kian bebal. dan rindu yang banal. ah, kenangan yang bengal! semakin tak kau kenal
Malang, 2011
MUSI MALAM HARI
Bulan mengambang
di langit lengang.
Jembatan ampera menyala di kejauhan
menyeberangkan angan
di musi yang mengalir tenang
Palembang, 2011
SENJA DI LANGIT LOSARI
Senja itu menyemburat di langit. Losari yang mulai menyalakan lampu lampu.
Senja di langit losari. Ucapkan salam pada pantai. Ucapkan salam pada tiang tiang pancang. Senja. Senja
Makassar, Juli 2011
Losari Siang Hari
Pantai Losari bermandi cahaya matahari.
Biru laut. Laut biru. Kapal dan perahu melaju.
Hari yang cerah. Langit yang biru.
Tersenyum padamu
Makassar, Juli 2011
SERUPA KABUT
serupa kabut, rahasia demi rahasia, menutupi mata, siapa hendak menerka isyarat dingin menusuk sumsum tulang. o petualang sibaklah
jam-jam mendetikkan jarumnya menusuk ke dada waktu. aku terhuyung bertiktak tak henti. menuju puncak. menuju puncak. ah, letihnya
kalimatku telah demikian parau. membahasakan suara-suara bergalau. ini gebalau tak tentu. gebalau kacau menyamarkan pandangku.
suara berdengung. mendengung. mikropon rusak. spiker sengau. penjual obat dan kursi bersitegang di balik pintu menandak mabuk di atas meja.
serupa kabut. mengacau pandangku. menebal tebal di perjalanan waktu. o engkau sibakkan dengan cahaya. cahaya yang menerobos kebekuan!
Malang, 12 Juli 2011
RINDU YANG NYERI!
telah kutapaki usia tahun demi tahun kepedihan mengingat dan melupakan, kehilangan dan menemukan cintamu
di dinding jam berdetik, di dada jantung berdetak, membayang waktu yang fana, hidup yang sementara
di hunus tajam runcing pedang cintaMu aku menyerah
tikamlah lagi hingga ke lubuk rahasia cintaMu hingga pecah karena diriku hanya menunggu waktu menatap wajahMu
mungkin perlahan aku membunuh diri sendiri. pelan pelan kan sampai padamu. Rindu yang nyeri!
pada akhirnya aku akan mati. dan segala degup akan berhenti.
Malang, 11 Juli 2011
Di Usia Tiga Puluh Delapan Tahun
aku mengucapkan terima kasih, atas segala kasih yang kuterima, cinta yang selalu menyala di dalam dada
aku pungut tangis dari matamu, kita yang berbeda, menemu yang sama dalam airmata
Malang, 8 Juli 2011
Serupa Jarum Yang Menghujan
serupa jarum menghujan suatu ketika, kenangan meluncur tak habis-habis dari langit masa lalu, ingatan tak henti memutar bayangjarum-jarum yang meluncur menancap di kepala, bayang memutar, ingatan seperti sekeping cakram yang memutar film berganti ganti: tawa tangis sedih gembira
menari di dalam ingatan yang berputar dalam kepala, dan kenangan merajam menghujani dengan jarum-jarum ke dalam benak
ingatan tetap menghujanimu dengan jarum-jarum. kenangan o kenangan menghujan hujan. dan engkau menari dengan pedihnya
o kenang yang menghujan!
Malang, 31 Mei 2011
Serupa Pohon
serupa pohon, tak inginkah hidupmu mengakar? serupa pohon tak inginkah riwayatmu berbuah lezat. dan kami semua berterima kasihmungkin ingin kau rencanakan riwayat khianat, tapi kami akan segera tahu. jika kamipun tertipu, tapi kau pun tahu Tuhan tak pernah akan tertipu
jadilah pohon yang baik, riwayat yang tak henti dikenang doa-doa
Malang, 31 Mei 2011
PRANG!
benderang terang siang yang garang. adakah yang sedang membayang kenang? hingga angan menjalang menyalang ingin menerjang terjang.
melayanglah melayang angan menerbang terbang ke awan tinggi ke langit harap menjulang julang hingga menyeberang gegap mengerang hilang
serupa cenayang melihat bayang membayang bayang di cermin yang timbul hilang berseru seru: o sayang o sayang tak kau pandang diriku meriang?
tak usahlah berang serupa berang-berang mengamuk menabuh genderang menarik temberang layar kapal perang
Malang, 31 Mei 2011
Kau Bangun Dinding
:bagi para penguasa yang menjauh dari rakyat
dan jarak sanggupkah engkau mengukurnya, dinding yang dibangun terlalu tebal untuk bisa menjangkau hati yang menyimpan cinta
dan batas sanggupkah engkau melintasinya, karena bara api menyala, mendidihkan isi kepala
ada yang mengaduh, aduhnya sampai ke bulan. ada yang memendam pedih, mendungnya menutup cahaya matahari
Malang, 30 Mei 2011
Malam yang ditikam Sepi
malam rebah, takluk pada sunyi. diam yang tabah, menakluk bunyi.
malam ditikam sepi tikamannya sampai ke lubuk hati puisi
aku berdiam pada semesta tanda, terjemahkan isyarat dari kedalaman jiwa
Malang, 30 Mei 2011
Karang Yang Mengeluh Rapuh
gelombang menghantam-hantam karang yang merapuhrapuh duh kenapa hanya keluh? sepercik keluh menggelombang kian kemari
jika engkau adalah menara mercu suar, mengapa lampumu padam, tak kau tunjukkan arah para pelaut? hingga kapal-kapal akan karam di karang
tak perlu airmata itu, jika untuk dirimu sendiri! setiap kali kami bertarung dengan gelombang hidup, apakah engkau peduli?
kami gusar dengan kesulitan hidup, engkau gusar dengan bayanganmu sendiri
kami harus megap-megap di lautan lumpur, lautan kemiskinan engkau dimana?
baiklah, tak ada yang perlu ditanyakan lagi. kami tahu, dan berbelas kasihan kepada orang yang mengasihani diri sendiri.
Malang, 30 Mei 2011
Menatap Cermin Diri Dinihari
apakah aku ada? aku bayang bayang jika cahaya ada
yang sunyi. yang sunyi. menatap cermin diri. di tepi dini hari
aku ingin diam, karena hati dan otakku cerewet sekali
aku menadah embun, langit luas tak terkira heningnya
dinihari menunggu matahari menjemput embun di pagi hari
segala akan tiada, segala akan kembali ke asal mula
Malang, 30 Mei 2011
Kepada Para Pembaca Puisi
aku ingin menyapamu dengan kata-kata yang tak mudah dilupakan, kata-kata yang dipungut dari jemari waktu yang ingin kekal
aku bersandar di dinding angin. angan yang melepuh di terik matahari. hidup sukar dimengerti, pun cinta yang bertekateki
jika di dalam dadamu ada sumber mata air, mengapa tatap mata mendidih oleh marah? serupa bumi yang resah, ingin muntah
berlabuhlah angan, di pelabuhan mimpi, berlabuhlah di dermaga yang menunggu. pelaut yang lelah menerjang badai, istirahlah
Malang, 23 Mei 2011
Di Larut Malam, Mengapa Kuingat Neruda Menulis Sajak Kesedihan?
detak jam, detak jantung, berganti ganti, di puncak malam, hening adalah jeda, detak demi detak, membuatmu terus terjaga
mengapa tak kau tulis saja sajak tersedih, hingga tak tersisa lagi airmata dari kata, hingga sempurna pedihnya!
malam telah larut, telah larut jugakah segala kenang? ke dalam mimpi, ke dalam mimpimu
di dalam mimpi, ada yang melayar, layar yang berkibar kibar, mengabar kabar, menahan debar
selamat malam, huruf huruf memburu langit, temaram yang demikian lapang
tapi mungkin bukan dirimu yang menorehkan kata luka, di langit malam. karena heningnya demikian bersahaja
jam jam tak lagi mengaduh, detaknya bertingkah dengan degup, semacam gugup? cahaya yang meredup
pernahkah engkau berdoa. dan detak jam mengaminkan tetes airmatamu?
rasakan keheningan itu, rasakan malam yang memberat di pelupuk mata, memberat dengan ingatan ingatan
malam, seribu bayang bayang, malam, semayam kenang, malam, selamat malam. dan bayang dan bayang!
Malang, 23-24 Mei 2011
angan membakar, jiwamu sepi
ah, jiwa yang hampa, melayang di langit mimpi, angan membakar, jiwamu sepi
sesayap patah, sesayap mengepak lelah, di mana tuju kiranya!
apakah ini senja penghabisan? petualang tak ingin segera pulang. sebelum sampai pada airmata!
para petualang menapak di awan di awang-awang menari-nari di gelombang garang. sambil berteriak: mana mautku! mana cintaku!
mereka telah belajar memanah matahari. yang teriknya demikian pongah. mereka telah berburu ajalnya sendiri.
ujar mereka: dapatkah kau bedakan laut atau langit? karena di birunya aku tangkap paus yang terbang. karena di birunya burung berenang
ah, engkau yang tak tahu arah, berburu ke lembah-lembah, membawa lembing panah kata, bertualang dari mimpi ke mimpi, dari ilusi ke alusi
kau tahu, hanya sepi dan sepi yang dapat dijangkau! seperti dalam racau yang tak habis, dalam galau yang tak selesai. sepi. cuma. sepi
sepi yang kemarau. sepi yang penghujan. sepi yang bermusim-musim. sepi yang menjalar gatal di seluruh tubuh. selalu ingin digaruk.
sepi yang mengamuk: mengutuk kutuk!
ah, jiwa yang hampa, melayang di langit mimpi, angan membakar, jiwamu sepi
Malang, 23 Mei 2011
hidup memang telah terlalu rumit, dan aku ingin yang sederhana saja
hidup memang telah terlalu rumit, dan aku ingin yang sederhana saja
tak ada yang perlu kita khawatirkan, sejauh jalan terbentang, kita selalu bersama, menempuh leliku hidup
kemana kita akan pergi? harap adalah kaki cakrawala yang selalu menjauh,
tak ada yang perlu kita khawatirkan, biarkan dunia berdusta, cinta kita tetap jujur adanya
kau tahu, di dalam puisi tak ada yang bisa sembunyi, karena kata selalu membuka rahasia hati kita
kita berada pada jeda demi jeda, perhentian demi perhentian, hidup hanya seteguk teh, kita akan pergi lagi
jiwa kita jiwa yang merdeka, jiwa yang merdeka menentukan jalannya
namun ke dalam cinta-Nya kita akan kembali
Malang, 19 Mei 2011
ada gempa di kepalaku
ada gempa di kepalaku. ada gempagempa menggoyang goyang isi kepalaku. pengetahuan muntah!
ada yang bergoyang dalam kepalaku. perahu oleng
dimana banjir itu? pengetahuan yang meledak di angkasa sepi
serupa gelembung yang ditiup. meledak di langit yang hitam. tak ada suara. kau dengar? ada gempa di kepalaku
bidiklah setepat mungkin: bulan bundar kuning keemasan. di langit yang hitam. bikin terangnya semakin benderang.
tapi kepalaku bergoyang. gempa menggoyang-goyang kepalaku. kakiku lunglai. goyah lemah. tak bisa membidik rembulan. tak
aku merangkak. di puing-puing ilmu pengetahuan. big bang pertama. big bang kedua, big bang ketiga. aku meledak!
rasakan sunyi. raskan sunyi tak terhingga. demikian sunyi. hingga ada kata. kata yang membuat ramai semesta.
demikianlah. segala yang sunyi akan kembali ke sunyi tak terhingga. tak terpeta di sunyi mana pun juga.
demikian sunyi. di dalam kepalaku ada gempa. tak kau dengarkah?
Malang, 18 Mei 2011
Masih Kau Ingat Mei 13 Tahun Lalu?
di bulan mei, masihkah kau ingat cinta yang terbakar di kerusuhan itu
hanya cinta yang dapat menumbangkan tirani! karena kebenaran dan hati nurani, cinta bermula
ya, hanya yang ingin melupakan cinta, tega aniaya!
Malang, 12 Mei 2011
demi waktu. demikian waktu
di keluasan semesta, kita hanya debu, setitik di detik yang fana
pernahkah kau bayangkan, kita ada di dalam setitik embun yang jatuh dari daun itu. menunggu sirna dicium cahaya matahari
di detik itu mungkin ada detak yang ingin kau rasakan, semacam ingatan dari masa lalu, sebelum waktu menaklukkan
di lubang hitam waktu berhenti, dan kita abadi, ketiadaan yang abadi
demi waktu. demikian waktu
Malang, 11 Mei 2011
Insomnia: Ada yang berloncatan di dalam kepala
dapatkah kau bedakan suara jangkrik dan ular di malam hari?
malam tak benar benar senyap, kucing mengeong berkelahi di atap rumah tetangga
di dalam kepalaku ada penyair membaca puisi
tidurlah! kata penyair membacakan puisinya di dalam kepalaku yang semakin berat, menahan pusing
jangan bermain perkusi dalam kepalaku!
haha. malah peta peta digambar, peta nasib, geografi diri, anatomi pengetahuan
malam yang melantur melentur melenting di lampu yang redup membentur bentur mimpi yang tak mau tidur
aku enggan menyapamu! suara suara bercakapan sendiri, menjawab, bertanya, menjawab, hahahihi
yup! mulai. gergaji menggergaji hutan hutan tumbang dalam kepalaku. palu palu berdentangan memukul paku paku. sabit memotong langit
jangan genit ah! kata kata bersolek untuk apa? dipulas poles tak habis, akan secantik semolek apa? Kata!
malam malam begini, dapatkah kata mencipta nasi goreng atau mie instan rebus, spesial pakai telor? sia sia permintaan kala sepi begini
hei, gergaji tidurlah! palu tidurlah! sabit tidurlah! jangan terus bekerja di malam hari. tidur, di dalam kotak perkakas dalam kepalaku
tak ada yang peduli. tak ada. semua bermain-main seenaknya dalam kepalaku. mereka bilang: BIAR!
11 Mei 2011
DONGENG PENYAIR
; arthur rimbaud
mendongenglah tentang penyairmu itu, yang berlari di tengah hutan belajar menulis puisi
seorang penyair, masih belasan tahun umurnya, usia birahi pada kata kata
dia terus berlari berkilometer jauhnya menembus hutan, hanya untuk sebuah kata yang ingin ditulisnya, birahi cintanya
dia memungut kata dari luka, onak duri menusuki tubuhnya, dia terus berlari, menembus kabut di pagi dan senjahari, hutan yang gelap
satu kata dua kata tiga kata seribu kata sejuta telah terkumpul dalam kitab di kepalanya. kata kata berpesta pora
kau tahu, penyair itu akhirnya pergi, dari hutan kata kata, karena katanya: itu hanya permainan kanak, usia remaja
ia tak lagi peduli pada kata. tak peduli namanya disanjung dipuja, penyair penemu kata. dia berkelana, menjadi pedagang budak saja
sesekali ikut berperang, membawa senjata api, membawa sangkur belati. dan mati. sekian
Malang, 11 Mei 2011
aku adalah cahaya, di dalam mimpimu
kumasuki negeri-negeri asing, di mana entah, mungkin dalam kepala yang menyimpan dongeng,
kita adalah para pendongeng, yang menyimpan ingatan, sekecil apapun peristiwa,
terkalah dimana akan berakhir cerita, terkalah, hingga dipahami segala, mungkin mimpimu menjelma
aku ingin mendongeng untukmu, dongeng yang entah, dongeng yang tak pernah ada, hingga kau takjub
mungkin tentang engkau yang menelusur jalan ke cakrawala, membusurkan harap ke bintang-bintang yang jauh,
aku ingin dongeng yang selalu berbahagia, mungkin bunga-bunga mekar, atau cuaca yang selalu cerah ceria, katamu
mari, aku dongengkan tentang malam yang pekat, dan setitik bintang, terang yang nyata di kelam langit
sebutir bintang di langit yang hitam, cahayanya sampai di matamu, mungkin rindu yang diisyaratkan, dari balik waktu
dari balik waktu, dari bilik waktu, merambat cahaya secepat cahaya, ukurlah jarak rindu terjauh,
cahaya yang berbeda, cahaya yang hanya ada di dalam sebuah mata, penuh cinta
mari kita tafsirkan isyarat, kerdip cahaya, bintang di kejauhan: bunga-bunga yang mekar, wewangian murni, harum tubuhmu
jangan lekas tertidur, dongengku belum selesai, atau mungkin kau bosan? mendengar dongeng di dalam kepalamu sendiri
penunggang cahaya, pangeran yang merindu cahaya mata, mengisyaratkan rindu, dengan titik debu bintang, kerdip yang sampai
di matamu cahaya berenang-renang, kesenyapan yang menghisap segala kenang, dari balik waktu, dari bilik waktu, cahaya
dan aku adalah cahaya, di dalam mimpimu, yang mendongeng malam ini, untukmu
Malang, 5 Mei 2011
Langit Hitam
langit hitam, langit hitam, bintang bersemayam
langit malam yang hitam, bintang kecil berkelip di kejauhan
malam beranjak malam beranjak dalam diri merangkak kelam ke dalam hitam ke dalam kelam langit hitam
Malang, 4 Mei 2011
Akulah Syair, Dirimu Sendiri
aku adalah syair, lukamu sendiri. kau baca diriku, kau gali kenangmu sendiri.
aku adalah syair, sepimu sendiri. kau eja aku, kau bertemu dirimu sendiri, yang sepi, yang hampa, membelah malam dalam diri.
akulah syair, airmatamu sendiri. mengalir aku, di dalam hariharimu yang tawa yang tangis yang suka yang duka.
akulah syair, dirimu sendiri
Malang, 4 Mei 2011
PELAJARAN MEWARNA
aku memilih warna hijau untuk warna langit. langit demikian hijau. sehijau mimpiku. seperti juga laut yang hijau.
aku memilih warna biru untuk gambar daun dan rerumput yang tumbuh di halaman. warna yang kuambil dari sebalik kenang
Malang, 22 April 2011
aku sakit, kata bumi, kau tak menjenguk dan merawatku?
bumi yang demam mengigau memanggil manggildalam gigil bumi tak ingin kehilangan pohon pohon yang kerap memeluknya hangat dan akrab
dalam gigil bumi berteriak menderaskan keringat lava, menggempa gempa, melongsorlongsor, membanjirbanjir
aku sakit, kata bumi kepadamu: kau tak menjenguk dan merawatku?
Malang, 22 April 2011
Hanya Airmata yang Berkata
di puncak sedih atau gembira, di puncak suka atau duka, kau tahu hanya airmata yang bisa berkata leluasakesedihan adalah kegembiraan, di keping yang sama, keping kehidupan
aku tak bisa mencegahmu bersedih, karena dengan kesedihan kau mengenal kegembiraan
Malang, 25 April 2011
aku ingin mencium sembab mata
aku ingin mencium sembab mata, agar kutahu asin airmata, yang kau katakan sebagai cinta
di danau airmata aku pernah tenggelam, mencari dirimu, mencari dirimu
biarlah aku tanggung luka, jika sebenar-benar cinta di dalamnya. biarlah kutenggelam dalam airmata, jika kutemu makna sesungguhnya
dari langit jiwamu aku rengkuh kesenyapan. airmata yang mencari diriku sendiri.
Malang, 25 April 2011
Jika
jika dada penuh amarah, hanya airmatamu yang dapat mengembunkannya
jika cinta hilang arah, hanya tatap matamu yang menunjukkan jalan pulangnya
jika malam membenam pekatnya, hanya cahaya cintamu yang terus menyala
jika huruf huruf kian memburam, hanya kata cintamu yang mempertegas maknanya
jika sepi kian mengapi, maka engkau menjelma cinta tiada henti
jika hari hari dilumat penat, maka engkau tawarkan lelah segera istirah
Malang, 27 April 2011
Satu Mei, Hantu hantu bergentayangan
sebuah sekrup menyatakan cinta, pada mesin yang tabah menyala 24 jam
sebutir keringat berpendar di bawah cahaya lampu, di pabrik itu, masihkah ada cinta yang dikatakan
mungkin kita bukan penghafal sejarah, ada apa di bulan mei? kata kata menderu dari pabrik: upah, upah
di kota ini, mungkin tak ada yang tahu, ada yang bilang: hantu hantu bergentayangan
berapa harga keringat & airmata? asinnya yang bisa bercerita
Malang, 1 Mei 2011
Telah Diajarkan
telah diajarkan makna kehidupan, telah dididik seluruh pemahaman tindakan, memberi manfaat, membawa nilai di dalam alam semesta
bersabarlah dalam proses. bersungguh-sungguhlah! seperti ulat di dalam kepompong, tak tergesa: kupu-kupu cantik terbang pada saatnya
Malang, 2 Mei 2011
Para Perindu
para perindu menguntai kata, menerjemah luka, cinta yang tak terhingga
para perindu menari-nari, tariannya meliuk ke langit tinggi, bersama awan putih, cahaya benderang
para perindu mendendangkan lagu, memawarkan hati yang memar, menawarkan hati dengan cinta
para perindu, berjalan di jalan yang gaduh, tapi demikian sunyi langit di jiwa, ingin bertemu, berjumpa dengan-NYA!
Malang, 2 Mei 2011
Doa Yang Membusur
lunaskan mimpimu malam ini, hingga puisi tak menghantu lagi, sebagai sajak yang meminta hidupmu
membusurlah membusur hingga lesat mimpimu ke bintang bintang jauh
doa dalam diam, gemuruh memekik dalam dada
doa doa melindap, lalu senyap
adalah doa doa yang kita bisikkan, dan langit mengaminkan
terpejamlah terpejam rasakan keheningan doa doa
Malang, 2 Mei 2011
Sajak Doa Bahagia Mencinta
di embun sajak, ada yang menata usia, baris baris yang ingin mengekal
ada yang sempat mencuri isyarat, di langit meluncur bintang jatuh, mungkin engkau yang penuh harap
jangan buang kesempatan! untuk mencinta sepenuhnya. karena waktu, bukan milik kita, hanya cinta
di segala kesempatan, berdoalah kebahagiaan, bagi hidup kita, selamanya…
Malang, 3 Mei 2011
kita merentang usia
kita merentang usia, ciuman-ciuman yang tak habis, hingga nanti,
hingga waktu menyerahkan pada detaknya yang diam, hingga kata tak perlu lagi bersuara lagi,
aku mencintaimu, seperti engkau mencintai diriku, karena aku dan engkau adalah jiwa yang sama, disatukan cinta yang maha
telah dijejakkan pada waktu, telah ditandakan pada waktu, telah digoreskan pada waktu, namamu namaku, nama kita yang saling mencinta
kemana kita akan pergi? kita berpelukan. pelukan yang saling menguatkan. jalan hidup yang terlalu rumit, menakutkan dalam kesendirian
mungkin ada yang tak perlu dikatakan, saat tatap matamu menatap mataku yang sedang menatap matamu, saat ciuman telah mewakili segala kata
Malang, 2 Mei 2011
aku ingin sembunyi
aku ingin sembunyi. seperti kura-kura. meringkuk di rumah kecilku.
aku mengunci diriku sendiri. ingatan yang bikin letih.
datang dan pergilah segala sesuatu. ucapkan salam bagi diri sendiri.
tak perlu kau risau. basa basi yang tak perlu. biar semua bergalau sempurna. nyeri dan hampa di puncak sepiku. sendiri
segala mengabur. segala menghablur. huruf-huruf berhambur.
waktu. waktu. waktu. merajamku.
seperti kura-kura. aku ingin tidur. di rumah kecilku. biarlah kancil berlari. mengejar bayangnya sendiri.
bayang yang selalu menjauh. bayang yang berlari. ke kelampauan. ke harapan. yang rapuh.
aku mengaduh. dan tak akan pernah kau dengar. aduhku demikian gemetar. demikian samar. tak terkabar.
aku terbakar debar!
MENAPAK KE ARAH SENJA
hidup yang menapak ke arah senja, hidup yang menghabiskan seluruh airmata, sampaikah rindu pada cintaku?
kabarkan pada daun-daun yang luruh, cinta paling mendalam tanah yang basah, selepas hujan, angin telah mempertemukan
kabarkan pada burung-burung yang akan pulang saat senja, sarang yang hangat dan cericit rindu penuh gigil memanggil
aku telah melewati segala senja, senja yang selalu meminta sajak cinta, jemariku menari, mengabadi kata
mungkin engkau sempat mencatat, dari butir-butir hujan, ada yang tak sempat diungkap rahasia rindumu padaku
mungkinkah hujan adalah rindumu padaku, bisik tanah basah kepada awan yang menghitam, di langit yang sedang bersedu sedan
di lelambai pohonan adakah isyarat rindumu, sebagai gumam, sebagai bisik, angin gemerisik
Malang, 2011
Maha Rahasia
aku adalah airmata di gelombang rahasiamu. setiap kali airmata ternganga menerka, apa yang menjadi kehendak, isyarat cintamu
aku ingin terus menjadi kekasihmu, yang tak pernah meragukan cintamu, walau gelombangmu kabarkan luka dan airmata
selalu saja teka teki yang tak terterka, engkau demikian kukuh dengan tabir rahasia, o maha rahasia!
PERTAPA BATU
:amatlah sabar, rakyatmu indonesia
demikian lambat, gerak di lintasan waktu, adakah yang melintas demikian penuh rindu, sepenuh rindu, hingga waktu terdiam, tak bergerak
masihkah kau ingin membisu, merahasiakan sesuatu, semacam rindu, atau cinta yang kau simpan diam-diam di dalam hatimu itu, atau amarah yang terpendam
mungkin engkau ingin serupa batu, membisu di dalam sungai, menunggu lumut kan datang, hingga tangan berpalu memukulmu
kau memang serupa batu-batu, membisu dan membisu, walau demikian keras palu memukulmu, tak ada aduh, sungguh, kau memang batu
Malang, 29 Maret 2011
BAGI PARA PEMBENCI DAN PENDENGKI
telah aku kabarkan cinta, tapi kau menolaknya. karena sungguh batu hatimu membatu. bebal yang dungu!gundah yang membakarmu. adalah neraka yang kau cipta sendiri. membakar hariharimu dengan benci. dengan dengki.
BAGI ENGKAU YANG DIBAKAR API CEMBURU
cemburu telah membakarmu, kau tahu. api yang menjela, membuat cintamu mengabutelah disayat luka, sepanjang garis takdir, silam atau masa depan yang ingin kau jenguk di langit yang jauh, surga merapuh dalam dada
mungkin ingin kau eja dari bintang bintang yang memeta, zodiak atau shio, weton kelahiran, segurat garis tangan, perjodohan, cinta, kematian
lalu engkau bertanya: apa salahku? menatap langit tanpa kedip. menatap marah pada kehendak takdir.
segala memang rahasia, segala memang tanda tanya, jawab hanya terminal perhentian sementara
selamat malam, langit yang lengang tak pernah menjawab, hanya sepi dan kerdip cahaya bintang, di kejauhan
Menanti Pagi Hari
menyapa embun, menunggu cahaya matahari, berpendar di dedaunan basah
kabarkan, masih ada cinta pagi ini, semesta yang terluka, berilah senyuman
di kemurnian udara, di kemurnian cinta, setulus jiwa, pancarkan jiwa yang semangat berderap, menjangkau cakrawala
pagi adalah harap, doa yang terucap, hari yang penuh cahaya gemerlap, cinta yang tak habis harap
Malang, 11 Maret 2011
MASIHKAH
masihkah berharap tepuk tangan riuh, sedang hanya sunyi yang selalu menanti
masihkah berharap segala puja puji, sedang engkau gamang di puncak tertinggi
masihkah berharap untuk terus dihormati, sedang kehormatan ada di dalam hati nurani
Malang, 9 Mei 2011
MALAM
segala yang kau kenang, segala yang membayang, serupa malam menjulurkan tangannya, menarikmu ke dalam samar impian,
mungkin ada yang ingin mengetukngetukan jemarinya, serupa waktu mengetukngetuk ke dalam kepala, hingga impian terjaga
karena sunyi adalah kenangan yang memuai, biarkan malam mengembunkan dalam mimpimu
biarlah sunyi tak terbagi, milikmu cuma! karena sebenar sunyi, diri telanjang, menari nyeri
9 – 10 Mei 2011
ISYARAT BULAN
hanya penyair, yang melewati malam, dengan bulan separuh, menyabit langit, menafsir isyarat cahayahanya penyair, yang menafsirkan isyarat bulan, gelap terangnya, pasang surut air laut, bicaralah bulan pada kami, bicaralah tentang arti
bulan menyabit, bulan separuh di langit, bulan yang tak ingin bicara padamu, selain kepada penyair, yang dirindu bulan, dirindu cahayanya
Malang, 9 Mei 2011
MATAHARI
debu matahari, bercak matahari, demikian hijau matahari, menyembur nyembur. o corona. o corona
magnet. gelombang. berputar matahari. berputar seperti gasing berputar. o ledakan besar!
badai matahari. badai yang sampai. meledak di langit yang jauh. sampai di detak detik jammu. o ilmu pengetahuan!
Malang, 9 Mei 2011
SAJAK CINTA YANG INGIN KUTULIS SORE INI
sajak cinta yang ingin kutulis sore ini, adalah sajak yang mengabadikan cerita-cerita kecil, tentang kita
ingatan tak selalu tentang peristiwa besar, karena hal-hal yang remehlah kita merasa berarti
ingatlah saat kita berjalan, di bawah panas matahari, di saat tubuhku gigil ngilu terkena flu, tetapi bahagia, di sampingmu
di jalanan yang panas, debu dan angin menampar, bibir pecah pecah, ah hanya cinta yang tak membuat lelah
bersama, kita belajar untuk tabah, menjalani hari-hari yang yang garang, tapi cinta sanggup menahan segala yang menantang
dunia kita adalah dunia yang kita beri makna sendiri, dengan rasa percaya dengan cinta yang tak pura-pura
kita belajar pada kehidupan, karena kehidupan memberi segala tanpa kita pinta
pada daun-daun jatuh, kita baca tentang keikhlasan
pada hujan yang turun kita baca kerinduan yang ingin dilunaskan
kita adalah kupu-kupu terbang riang di taman, ulat bulu yang tabah menjadi pertapa, dalam kepompong sunyi
aku tulis sajak cinta, karena kita manusia, yang ingin mengenang segala, yang tak ingin dilupa
di saat hujan, atap-atap bocor, dan kita tertawa mengepel lantai berdua
ingatlah baju-baju di dalam kardus, karena kita tak punya lemari
ingatanku berloncatan: bayangkan, kita naik sepeda berdua, di bawah hujan, seperti video klip lagu-lagu cinta
ingatan-ingatan kecil, serpihan kecil dalam hari-hari, karena bahagia adalah detik demi detik, yang kita pinta
kita memang bukan anak remaja, tapi kita punya cinta yang kita pelihara
dengan jejemari kita, disusun bata demi bata, orang menyebutnya sebagai bahagia
aku ingin kau selalu bahagia, karena hidup telah diberi makna
aku ingin menulis sajak cinta, di sore yang cerah, secerah mimpi kita
Malang, 9 Mei 2011
MENAPAK KE ARAH SENJA
hidup yang menapak ke arah senja, hidup yang menghabiskan seluruh airmata, sampaikah rindu pada cintaku?
kabarkan pada daun-daun yang luruh, cinta paling mendalam tanah yang basah, selepas hujan, angin telah mempertemukan
kabarkan pada burung-burung yang akan pulang saat senja, sarang yang hangat dan cericit rindu penuh gigil memanggil
aku telah melewati segala senja, senja yang selalu meminta sajak cinta, jemariku menari, mengabadi kata
mungkin engkau sempat mencatat, dari butir-butir hujan, ada yang tak sempat diungkap rahasia rindumu padaku
mungkinkah hujan adalah rindumu padaku, bisik tanah basah kepada awan yang menghitam, di langit yang sedang bersedu sedan
di lelambai pohonan adakah isyarat rindumu, sebagai gumam, sebagai bisik, angin gemerisik
Malang, 2011
Mengalirlah Mengalir
mengalirlah mengalir puisi serupa hidup yang mengalir serupa sajak yang berlagu merdu, cinta dan rindu, karena…
manusia punya kehendak, memilih langkah, tuhan punya kehendak, menetapkan takdir. aku ingin mengalir, bersama kehidupan
mengalir bersama waktu, mengalir di dalam cinta, mengalir menuju CINTA maha cinta
aku mengalir dalam sungai cahaya, mengalir menuju Cahaya maha cahaya
cintaku cahaya rinduku cahaya mengalir bersama waktu di dalam waktu menuju waktu yang tiada, Cahaya yang abadi
Malang, 13 Maret 2011
mengingat doamu yang penuh cinta
:kunthi hastorini
saat diburu kerja, aku hanya ingin berkabar, satu baris puisi. agar kau ingat, ada yang sempat mengingat, doamu yang penuh cinta
jam terus berdetak. mungkin berdetak juga di dalam dadamu. tiktak waktu. berdetak detik menitik
katakan pada waktu, bahwa aku tetap mencintaimu, sepanjang waktu
Malang, 2011
Di Setiap Senja Aku Ingin Menulis Puisi
aku ingin menyapamu, di setiap senja. sebelum senja melepas cahaya ke balik kelam. sebelum aku menjadi silam.
jika aku berubah gema, itu tetaplah suaramu. suara yang menggaung. dari kedalaman jiwa. jiwa yang perih. cinta dan rindu yang pedih.
puisi, serupa bayang-bayang yang menjulur. di redup cahaya, aku menggambar bayang mimpiku sendiri.
apa yang harus dieja dari bayang-bayang? pernah kugambar kelelawar di tembok. bayang di bawah cahaya lampu yang menempel di tembok.
kelelawar yang muncul dari goa-goa gelap. memasuki angan kanakku. kanak yang merupa bayang di tembok. redup cahaya lampu teplok
puisi mengepak sayap bayang-bayang. dari goa yang gelap dan pengap. menjerit dalam kepalaku.
aku ingin menyapamu, dengan seribu bayang-bayang, yang kugambar dengan sedikit cahaya. senja ini.
seekor kelelawar, membayang dalam puisi, menjerit dalam kepalaku. menembus kelam. menembus malam.
Malang, 8 Maret 2011
Penyair: Pemungut Cahaya Senja
aku memasuki malam. senja yang kehilangan cahaya. biarkan aku masuk, tanpa mengetuk. aku ucapkan salam.
para pejalan malam. para penyair yang merindukan malam. para pecinta yang memungut cahaya senja. dari matahari. menyalakan api sunyi di malam hari.
aku memasuki malam. dengan api dalam kepala. kan kubakar malam dengan segala sepi. dengan segala mimpi. sunyiku. sendiri.
malam adalah kerinduan yang tak kunjung padam. menyalakan sunyi menjadi api. menerang di dalam mata hati
Malang, 8 Maret 2011
Sehalaman Buku, Sehalaman Rumahmu
bagi: yayan triyansyah
sehalaman buku memuat halaman rumahmu. halaman yang kau cintai. halaman yang menyimpan ari-ari
sehalaman kenangan yang tersimpan di bukumu. menampung airmata. rindu yang tak terkatakan
di halaman itu kau tatapi serakan daun yang berguguran. hidup yang tak bisa diterjemah. kapan jatuh. kapan tumbuh
sehalaman buku sehalaman rumahmu sehalaman kenangan kanak yang kau ingat. ayah bunda menanam sesuatu dalam dirimu. Kenangan itu.
Malang, 8 Maret 2011
telah kualamatkan airmata ke gedungmu, tapi engkau tak mampu membacanya
tak perlu kau sewa mata mata, kami selalu pamerkan luka, di gedung itu tuan puan bertahta
telah kuingatkan janji janjimu pada kami, namun gedung itu angkuh meludahi
telah kutitipkan derita di gedungmu, tapi kau selalu lupa, hanya menyapa setiap 5 tahun sekali saja
telah kualamatkan airmata ke gedungmu, tapi engkau tak mampu membacanya
kau ingin membangun gedung baru lagi? lalu untuk siapa! tentu bukan untuk airmata kami
percuma!
Malang, 30 Maret 2011
karena engkau adalah maha cinta, aku lebur dalam cahaya cintamu
karena engkau adalah maha cinta, aku lebur dalam cahaya cintamu
telah kau tanamkan di dadaku cinta, yang selalu memanggilimu penuh rindu, tapi aku harus menunggu, perjumpaan itu
beri aku cinta! mereka menyerumu, dengan dada terluka, dengan airmata, dengan asap berbau mesiu
sungguh teramat lamat apa yang kuingat, telah dialamat segala gundahku, sampaikah padamu, muara akhir cintaku
Malang, 30 Maret 2011
Kanak-Kanak Memanggilmu Ibu
:kunthi hastorini
kanak-kanak memanggilmu ibu, sebagai cinta yang akan lekat sepanjang waktu
kanak-kanak menyusun ingatan, pada tatap matamu, yang mungkin marah, tapi yang teringat adalah cintamu, selalu
kanak-kanak merindu, hangat dada dan puting susu, ibu kau rasa geletar kenang itu?
ciumlah penuh kasih sayang, karena airmatamu akan menyegarkan ingatan kanak pada kehidupan, yang penuh cinta
4 April 2011
seranum senyum kanak
: atta & arya
aku menyapamu di senja yang ranum, seranum senyum kanak, yang menyapa usiaku yang sudah bukan kanak lagi
di matamu kanak, aku lihat diriku yang bengal dan nakal, kejenakaan hidup, meluruh lelah sehabis bekerja
di matamu kanak, aku mengaca membaca cinta yang terpantul dari kedalaman jiwa, aku ingin menciummu dengan seluruh cintaku
Malang, 29 Maret 2011
aku percaya cinta milik kita, sesungguhnya
:kunthi hastorini
ada yang ingin mencuri kenangan, dari kata yang teralamat kepadamu. pencuri kata
tapi tak ada yang khawatir dengan kenangan yang tercuri. karena kata mengapi di kepala. mengapi api
serupa cinta yang terus mengapi. dalam kepala. dalam dada. dalam mata. menerangi: kata
siapa yang ingin mencuri kata? menanggung derita airmata, luka cinta tak bernama.
“jangan kau tulis terus cinta, cinta, cinta.” katamu suatu ketika. cinta tak kan membuatku lemah. sungguh.
aku percaya kepada cinta. aku percaya cinta dapat dipercaya. aku percaya cinta milik kita, sesungguhnya.
cinta yang menguatkan. cinta yang membuatku terus tetap bertahan untuk hidup. cinta, ya cinta
“tapi aku cemburu,” katamu memburu. Cintaku cinta umat manusia. Cintaku membawa kabar Maha Cinta. Tak perlu kau cemburu
ada yang ingin mencuri kenangan itu. Kata. tapi tak bisa, karena airmata kita mengalir dari Cinta yang tak terpeta
Malang, 8 Maret 2011
KEPADA TUHANKU
Engkaukah yang menyapa di balik jendela pesawat, di putih awan, kabut dan deru angin…
pada jarak dan perhitungan waktu, sedekat nadi sekejap cuma, tapi mengapa terasa jauh dan berlipat abad, lebur dalam cintamu
yang merindu adalah aku, yang mencinta adalah aku, aku tahu kau maha pencemburu
mendedah kata mendedah rindu tak bertepi, aku lirih menyapamu, karena pekik habiskan suara
jika aku berserah, sungguh kau muara segala lelah
Malang, 201
Kepada Tuhanku (2)
ada yang mengetuk. waktu. ada. kaukah yang menjenguk. ke dalam lubuk. hati yang terdalam. rindu yang mendalam
berayunlah. berayun. wajahmu yang kian samar. kian pudar. rentangan jarak. waktu. kakiku kian gemetar memburu cintamu
chairil tak sanggup mengingatmu seluruh, hamzah tak sanggup menanggung rindu dendam, tardji mengiau memanggilimu, ah siapa lagi kan terbakar rinducintamu?
aku terkapar, terbakar nyala rindu, biarpun engkau kian samar, dan aku tak selalu berkabar, berilah sabar bagi segala debar
Malang, 4 Maret 2011
Dalam Puisi
adalah matahari yang menyalakan api di dalam kepalaku hingga kepalaku memanas dengan segala cinta segala rindu yang memburu
adalah hujan yang menderas di dalam kepalaku hingga mimpi-mimpiku hanyut mengalir ke muara rindu cintaku
adalah lampu-lampu jalanan yang menyihir pejalan kaki dengan senyum yang meredup bikin pejalan ingin pulang ke pelukmu
adalah jam jam yang selalu sibuk berdetak-detak mengingatkan akan waktu kapan kita harus kembali
adalah pohon pohon yang tabah menunggu angin badai tiba, hingga cinta kan sampai dikabarkan, hingga rindu tiba merebahrubuhkan
Malang, 29 Maret 2011
Ingin Kubuat Sajak. Eh, Sajak malah melawak. Bacalah!
kuburkan kabar kaburkan kabar: bakar! bakar! berarak arak kabar akar. berkibar kibar kabar bara: bakar! bakar! kabarkan kubur. bubar.
yang berderak adalah sumpah. yang berserak adalah sampah. teriaklah hingga serak. geraklah. gerak. gertak gemeretak. biar retak biar kerak.
adakah geletar membuatmu gemetar gelepar, sebagai gelegar kau dengar penuh hingar bingar, menebartebar kabar mendebardebar
beras tumpah dari tampah, sampah meruah dari sumpah, meremah ramah jadi marah, meremas gemas jadi cemas, kata o berubah kota a!
Malang, 12 April 2011
Bayang-bayang itu Kau Sebut: Wayang
mari kita pilih warnawarna memulas sunyi yang kita miliki sendiri. karena sunyi, warna menyendiri di dalam diri
kita telah menciptakan dongeng, sebagai sunyi tak terbagi, di dalam pikiran sendiri, asyik sendiri
biarlah kenang kehidupan melintasi ruang waktu, malam yang memberat, di pelupuk mata bayang mengeras deras
ada yang menyelinap, di batas malam, tembang dupa kembang rupa, gending mengalun, bayang menari
di balik bayang bayang kuterka makna. bayang menari. aku menari. angan menari. o tarian!
tembang tembang menyihirku kembali menjadi kenangan. kenangan yang menyilam silam. o kenang
harum dupa. harum bunga. upacara. tembang menggema. gending mengiring. o bayang bayang. wayang
Malang 9-10 April 2011
Jejak Isyarat
: untuk commaditya
jejak yang kau tinggal, berikan isyarat kata, segala yang badai, kan segera reda
pada denting gitar, pada serak suara, ada kau yang memberi tanda, jejak yang tertinggal di rindunya yang kekal
mungkin ada yang tak ingin menafsir, jejak rindumu yang menelusur jarak, cemburu tak bermata
tapi mungkin kau harus tahu bagaimana perempuan itu menatap selalu, mencari jejakmu di lintasan waktu
Malang, 10 April 2011
Di Sebuah Senja, ada sebuah Cerita: Manusia
serupa maut, katamu. mengendapendap, menyapamu. di cermin itu tuan, wajah siapa. bersolek di saat senja.
siapkan pedang, kita akan berkelahi dengan bayang, katamu suatu waktu. di awal malam yang hanya ditemani bulan separuh. dan rinai gerimis.
dadu yang menggelinding di pesta itu, menjelma darah. mungkin engkau menyebutnya kurusetra. atau palagan yang entah disebut apa. tapi siapa yang menyimpan dendam, kau tahu. kau tahu. masa lalu.
pada gerimis ada yang menatap hari hari bergegas, mungkin dicatat butir butir airmata, menderas: “ catatlah dengan seksama, segala mimpi yang tak kembali, catatlah dengan rapi, segala ingin yang tak kembali.”
telah disimpan dalam usia, riwayat detik detik bahagia, mengapa selalu yang dikenang hanya luka duka
sebagai kau telah tandai senja dengan airmata, sebagai kau tanda duka bahagia, cinta yang meluka
manusia. manusia. dimana akhirnya.
Malang, 10-11 April 2011
Gelombang Pasang, Gelombang Surut, Penyair!
gelombang hidup, gelombang pasang surut, di hidup yang kau pilih atau dipilihkan takdir, gelombang waktu
kau menantang langit, kau menantang gelombang, kau menantang badai, tapi kau takluk pada sepi. sunyi menghunjam diri
pada sunyi kau mencatat perasaan sia sia dan putus asa, wajahmu yang menyeringai kuyu terluka. gelombang hidup, gelombang waktu, memburu
kau ingin rayakan segala luka dan nyeri, menatahkan di segala usia sia sia, segala yang nisbi, segala yang tak nyata, merajam diri
diri!
Malang, 10 April 2011
Saat Ingin Menulis Syair yang Ringan
aku ingin menulis syair, sesuatu yang ringan, seperti balon yang berlepasan dari jemari,
balon yang berlepasan dari jemari kanak, yang berteriak: balon mau kemana, balon mau kemana
pernahkah engkau memegang erat erat seikat balon, seperti kau dekap cintamu demikian erat?
seringan balon, demikian juga mungkin harap, kanak yang khawatir atau tertawa melagukan balonku ada lima
mungkin ada juga yang khawatir, akan meletus balon, akan meledak harap cintanya, dekaplah erat
inilah syair malamku, mengingat kenangan kanak dulu, yang memasuki mimpi malamku
Malang, 10 April 2011
Di Saat Hujan Gemericik, Tiba-tiba Aku Teringat Lumpur itu
selepas hujan seharian, masihkah tersisa jejak kaki, yang menyisakan lumpur di ruang tamu
hujan seharian, jejak siapa yang menjenguk kubangan lumpur menggunung, menunggu pecah bendungnya
jika kau punya belas kasih, jenguklah wajah khawatir, hujan tak habis berharihari, lumpur berkunjung ke ruang tamumu
kaki siapa menjejakkan lumpur, mungkin jejak sajak cintaku, sidoarjo lapindo benih yang kau lupa, mengunjungimu malam ini
Malang, 10 April 2011
bahasamu demikian rapi tuan
bahasamu demikian rapi tuan, disetrika setiap pagi, apa kabar dunia? ah, demikian pintar tuan mematut diri
di depan kamera, tak perlu basa-basi, terjang sana terjang sini, tuan pintar sekali berdiskusi tentang negeri ini
“tidak semua janji perlu ditepati, apalagi jika akan mengurangi isi periuk nasi”. begitulah tuan punya isi hati
ini sajak tidak serius, jangan terlalu diambil hati, jika tuan suka ambil sajalah, jika tuan tak suka janganlah marah
demikanlah, tuan
Malang, 22 Maret 2011
Dari Lereng Panderman
hanya pemandangan indah semata, di kejauhan, gunung gunung anggun dan awan putih menyaput di atasnya, inikah negeri yang dicintai?
seikat edelweis basah oleh hujan, bunga abadi, kata penjual di lereng gunung itu. bunga abadi, cinta abadi
arjuna, bromo, kawi, panderman, semeru, memaku kenangan, negeri yang membuat para perantau selalu ingin pulang
buah buah yang ranum, bunga bunga yang merekah, memanggil hadirmu anak-anak yang hilang, di negeri yang ramah tapi sering menyimpan amarah
dengarlah para petani yang menyapa: “kami menanam padi, menanam sayur mayur, walau tak selalu mencukupi, tapi kami tahu saudara kami di kota membutuhkannya.”
di kotaku sawah sawah menyusut, berganti rumah rumah mewah, ladang ladang tersingkir, adakah yang mau berpikir?
ada yang berkata: “hidup sudah terlalu rumit, kami selalu menghibur diri sendiri, memandang langit selepas hujan, memandang bungabunga dan ilalang liar.”
kudengar juga suara: “pupuk & pestisida telah membuat hati remuk, masih kau ingatkah saat kau nikmati nasi yang empuk?”
benar, hidup sudah terlalu rumit, kami selalu menghibur diri sendiri, memandang jalanan selepas hujan, dalam deru kemacetan
Malang, 30 Maret 2011
PROSESI MENELPON DAN MENGIRIM SMS KEPADA MALNA
ada yang menelponmu. mungkin aku. mungkin bukan aku. handphone bersahutan dengan lagu-lagu. dan mailbox. suara yang tak asing. senja kuyup
dimana malna. kata smsku. smsku tak berjawab. tersesat di satelit mana. afrizal malna dimana kamu. dimana. jawab lagu-lagu: dimana?
aku ingin bertemu malna. membicarakan gelas kopi. pembesaran ruang. buku-buku yang bermetamorfosa. handphone yang senyap.
halo. nanang menelponmu. halo di mana malna? halo dimana? lagu-lagu menjawab: dimana. dimana. dimana. simpanlah suaramu di mailbox.
mungkin malna bersama malik. tapi malik juga dimana. dimana malik berada. dimana mana. di warung kopi yang mana. di kafe yang mana.
deni dimana malna? deni sedang kuliah. kuliah tentang senja. atau tentang hujan. mungkin juga puisi atau tatabahasa sikat gigi.
aku cari malna. biarlah telpon bernyanyi sendiri.
Malang, 6 April 2011
AKU INGIN MENULIS SAJAK YANG TENANG
aku ingin menulis sajak yang tenang, agar jiwaku tenang. aku ingin menulis semilir angin, senja yang nyaman, udara yang sejuk. aku ingin….
aku ingin menulis sajak yang tak berteriak. agar jiwaku tak selalu ingin berontak. aku ingin menulis sajak-sajak cinta yang tulus & bahagia
aku ingin menulis sajak yang sekedar bisik. bisik yang pelan sekali. agar kau tak terkaget-kaget oleh baris-baris yang garang. ah, aku ingin
aku ingin menulis sajak yang tenang, tentang semerbak bunga, warna-warna bunga, warna-warna pohonan, mungkin juga tentang warna langit
aku ingin menulis sajak yang tenang rindu yang tak terlalu menggebu, cinta yang bersahaja, senja yang redup dan murung, langit abu abu
aku ingin menulis sajak yang tenang, senja yang tenang, langit yang tenang, burung-burung yang tenang riang dan berbahagia, juga manusia
aku ingin menulis sajak yang tenang, tak gaduh, tak garang, tak berteriak. tenang setenang permukaan danau yang dihembus semilir angin senja
aku ingin menulis sajak yang tenang tentang gerimis yang turun dengan tenang di sore yang tenang dari langit yang tenang
aku ingin menulis sajak untuk diriku sendiri agar diriku sendiri merasa tenang dan senang dengan sajakku yang tenang
aku ingin menulis sajak yang tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenang. tenanglah tenang nanang
Malang, 23 Maret 2011
Percakapan Segitiga: Sajak, Puisi & Syair
di dalam sajak, engkau menyimpan jejak tangis, gerimis tak habis-habis
pada baris-baris sajak engkau dirikan kenang yang manis, mungkin juga tangis yang disimpan diam-diam, serupa jejak metafora
apa yang harus dikhawatirkan, dari diksi di dalam puisi, sajak meletak bentuk, menyusun pikiran dan geletar jiwa yang tersembunyi
bergeraklah bergerak, mengikuti irama, detak jantungmu yang merancak, sajak yang beriak, sajak yang mengalun, sajak yang berderak
di dalam sajak, ada yang berteriak, ada yang menyalak, ada yang terbelalak, ada yang tertembak, ada yang tergeletak
kita saling bertanya, siapa kamu, kata puisi kepada sajak, sajak bertanya yang sama kepada puisi. siapa kita sesungguhnya?
kita adalah anak-anak yang terluka, dan selalu saling bertukar nama, kata sajak kepada puisi, dirinya sendiri
kita juga menyimpan kerinduan, cinta, dan airmata, kata puisi kepada sajak yang tak pernah tergelak
mengapa para penulis puisi atau sajak itu disebut penyair? syair bertanya. entah kepada siapa. bukan pertanyaan pandir.
bukankah para penulis puisi lebih pantas disebut pemuisi, para penulis sajak sebagai penyajak. para penulis dirikulah penyair
tuliskan diriku penyair, jangan menulis puisi atau sajak, tulislah syair karena engkau penyair. tuliskan syair. tuliskan syair
mari kita berdenyut, kata cinta kepada puisi, sajak, dan syair. cinta pun berdenyut. memompa darah kata. berdenyut-denyut
sajak berdenyut, puisi berdenyut, syair berdenyut, mengiramakan cinta, hingga mabuk mereka, di dalam cinta yang fana
karena cinta, karena cinta, kita harus ada. sajak, puisi, syair berteriak bersama. ya, karena cinta, segala yang berbeda, harus tetap ada
Malang, 14 Maret 2011
Sila ditengok juga:
Comments
Kunjungi blog saya ya di http://nnt-store.blogspot.com
Thank's.
anda sangat berbakat! Nice ^__-
kunjungi balik blog saya ya?
http://noerina.blogspot.com
terima kasihhhhhh..... :)
like this..