Skip to main content

Puisi Terbaik di Indonesia

"Puisi Terbaik di Indonesia", saya memberi judul tulisan ini. Mengapa tulisan ini harus diberi judul "Puisi Terbaik di Indonesia?" Saya tergelitik dengan hasil pencarian di google.com yang menunjukkan hasil yang membuat saya tertawa, karena ternyata banyak orang mencari puisi dengan keyword: "Puisi Terbaik"; "Puisi Bagus"; "Blog Puisi Bagus"; "Kumpulan Puisi Terbaik"; "Contoh Puisi bla...bla...bla..." dan seterusnya.

Saya ingin iseng-iseng menulis dengan judul: "PUISI TERBAIK DI INDONESIA," sebagai judul tulisan ini. Siapa tahu, anda pun akan tertawa bersama saya, setelah mengklik tulisan berjudul "Puisi terbaik di Indonesia" ini dari halaman satu google.

Hidup Puisi Terbaik di Indonesia! Hehehehe. Kena deh!

Jika ingin baca puisi saya, sila ditengok juga:

Puisi Universitas Brawijaya 
Nanang Suryadi Lecture UB
Web Nanang Suryadi

Comments

Popular posts from this blog

RUMAH PUISI DUNIA MAYA

- dengan Blog siapa pun bisa menjadi sastrawan Oleh : Qaris Tajudin(Koran Tempo, Ruang Baca, Februari 2007) "Every writer mus have an address," kata Cythia Ozick. Setiap penulis memiliki 'rumah'. Dan di dunia maya, para penulis mendapatkan pada blog. Berbeda dengan mailing list yang menjadi tempat mereka berbagi dan berdiskusi, blog adalah sesuatu yang lebih personal. Orang boleh singgah, tapi mereka adalah tamu. Pengunjung boleh ada, tapi kehadiran mereka bukan inti keberadaannya. Blog adalah eksistensi pemiliknya. Popularitas blog yang meroket sejak pergantian milenium ini memunculkan demokratisasi (untuk yang kesekian kalinya) di ranah maya. Tanpa duit dan prosedur berbelit, setiap orang bisa memiliki tempat di internet. Ini mengundang banyak orang untuk mematok kapling di dunia maya. Tak perlu diisi dengan hal-hal serius, toh kita bisa mendapatkannya dengan amat mudah. Lebih mudah dari menulis di buku diari.Para blogger menumpahkan muntah mantihnya di sana. Term...

dan

dan jiwa yang sedang bergejolak itu mendidihkan kenangan-kenangan hingga matang puisi di tungku jiwamu hingga waktu menghela kereta mimpi ke segala tak berbatas nafasmu

Sudah kau temukankah kata-kata

penyair, sudah kau temukankah kata-kata? di lembah mana di ngarai mana kau kira kata bertahta. hingga berkelana engkau mencari kata-kata. di gunung mana di pantai mana kata-kata berada. hingga berkelana engkau memburu kata-kata. "kata-kata memburuku. namun aku menutup pintu!"