Kumpulan Puisi
sajak-sajak: nanang suryadi
ORANG YANG MERENUNG
PRIBADI YANG TERBELAH
bercakap sebagai karib yang selalu menghinakan satu sama lain
melecehkan, bertempur dalam ruang dan waktu: diri!
ada berapa kepribadian yang hadir pada dirimu?
bertolak belakang paradoksal
atau saling melengkapi sebagai harmoni
sekular atau tak
dikotomis atau bukan
engkau hadir mencoba untuk tidak goyah, utuh mengatakan pada dunia
tapi tak bisa
senantiasa ada dialektik
senantiasa ada keinginan-keinginan manusia
yang tak terpadamkan , sepertinya.....
Malang, 7 Juni 1997
ORANG YANG MERENUNG
buat: cak zen
tanda yang membayang pada bola mata
adalah dunia berputaran dalam benak kepala
terbacalah kegundahan manusia merenungkan kehidupan
sebagai cerita tiada habis-habisnya
seperti juga ayat yang terbuka untuk ditafsirkan
alam mengajarkan rahasia-rahasia sebagai tanda-tanda
terbacakah juga di situ segala jawaban?
orang yang merenung membaca tanda-tanda
mencoba menyibak rahasia
tak usai juga
Malang, 02 Agustus 1997
JAMBANGAN RETAK
tanda yang membayang pada bola mata
adalah dunia berputaran dalam benak kepala
terbacalah kegundahan manusia merenungkan kehidupan
sebagai cerita tiada habis-habisnya
seperti juga ayat yang terbuka untuk ditafsirkan
alam mengajarkan rahasia-rahasia sebagai tanda-tanda
terbacakah juga di situ segala jawaban?
orang yang merenung membaca tanda-tanda
mencoba menyibak rahasia
tak usai juga
Malang, 02 Agustus 1997
JAMBANGAN RETAK
menderulah badai memporakan harapan yang disusun dalam hatinya
seseorang yang mencinta meletakkan bunga layu pada jambangan retak
kepada siapa kan disampaikan kegundahan
orang sunyi yang merindu menyimpan bayangan
menari-nari sebagai cerita tiada terlupakan
catatan pada buku menguning
abadikan kisah percintaan dan kesedihan
Malang, 02 Agustus 1997
SERAUT WAJAH MASA SILAM
seseorang yang mencinta meletakkan bunga layu pada jambangan retak
kepada siapa kan disampaikan kegundahan
orang sunyi yang merindu menyimpan bayangan
menari-nari sebagai cerita tiada terlupakan
catatan pada buku menguning
abadikan kisah percintaan dan kesedihan
Malang, 02 Agustus 1997
SERAUT WAJAH MASA SILAM
menatapmu adalah menatap silam
dimana kutemukan bayangan menari
adakah kurindukan masa lalu kembali kini
pada senyum yang melambai
pada pesona cinta yang menjerat hati
raut wajah yang membayang pada kedua mataku
adalah sejarah yang hendak kutimbun dalam kelampauan
tapi tak!
kenangan itu tetap membayang
senyum itu mengapa menggoda diri
raut wajah itu mengapa melambai lagi
apakah manusia hidup dari kenangan demi kenangan
dan tak kunjung beranjak pergi
bayangan itu
menari-nari
o, menari- nari
Malang, 29 September 1997
CAHAYA MATA
dimana kutemukan bayangan menari
adakah kurindukan masa lalu kembali kini
pada senyum yang melambai
pada pesona cinta yang menjerat hati
raut wajah yang membayang pada kedua mataku
adalah sejarah yang hendak kutimbun dalam kelampauan
tapi tak!
kenangan itu tetap membayang
senyum itu mengapa menggoda diri
raut wajah itu mengapa melambai lagi
apakah manusia hidup dari kenangan demi kenangan
dan tak kunjung beranjak pergi
bayangan itu
menari-nari
o, menari- nari
Malang, 29 September 1997
CAHAYA MATA
angin kemarau
mendera tubuhku
panas dan berdebu
kala begini kurindu menatap wajahmu
sebagai kesejukan menyiram kegundahanku
wahai
betapa bening telaga
pada sepasang mata
mencahaya
Malang, 23 September 1997
SESEORANG YANG HENDAK MELUKIS
mendera tubuhku
panas dan berdebu
kala begini kurindu menatap wajahmu
sebagai kesejukan menyiram kegundahanku
wahai
betapa bening telaga
pada sepasang mata
mencahaya
Malang, 23 September 1997
SESEORANG YANG HENDAK MELUKIS
ada seraut wajah mencoba menyelinap ke dalam mimpiku sunyi,
o, kegundahan seorang lelaki membaca tanda-tanda
: siapakah yang telah merenggut hati?
kemudian, angan beterbangan menari-nari menuju cakrawala
ingin melukis serupa pelangi,
atau bunga-bunga yang bermekaran
atau ketakutan
atau mimpi-mimpi
(wahai, tangan yang gemetar, hati yang gemetar...
hendak melukis apa?)
mungkin hanya impian,
sekedar harapan di ujung malam
tak ada jawaban pasti!
Malang, 09 Oktober 1997
POTRET
o, kegundahan seorang lelaki membaca tanda-tanda
: siapakah yang telah merenggut hati?
kemudian, angan beterbangan menari-nari menuju cakrawala
ingin melukis serupa pelangi,
atau bunga-bunga yang bermekaran
atau ketakutan
atau mimpi-mimpi
(wahai, tangan yang gemetar, hati yang gemetar...
hendak melukis apa?)
mungkin hanya impian,
sekedar harapan di ujung malam
tak ada jawaban pasti!
Malang, 09 Oktober 1997
POTRET
di mana
kan dijejakkan kaki?
orang sendiri membaca diri
pada sunyi dipahatkan mimpi
menggeleparlah ia pada sepi
menuai kenangan-kenangan
menusuk ke lubuk hati
dalam puisi, sepertinya....
hanya sunyi
hanya sepi
hanya mimpi
terbubuh lewat jemari
orang sendiri membaca diri
tak henti-henti
Malang, 23-09-1997
kan dijejakkan kaki?
orang sendiri membaca diri
pada sunyi dipahatkan mimpi
menggeleparlah ia pada sepi
menuai kenangan-kenangan
menusuk ke lubuk hati
dalam puisi, sepertinya....
hanya sunyi
hanya sepi
hanya mimpi
terbubuh lewat jemari
orang sendiri membaca diri
tak henti-henti
Malang, 23-09-1997
TANYA
dari senyuman tertebar
adakah kegundahan?
dari cerita hari-hari kegembiraan, tawa dan cinta
adakah kesedihan dan rindu yang menikam?
dari cuaca yang terbaca dengan pikiran bersahaja
adakah mimpi-mimpi kita?
tanya demi tanya mengalir,
adakah jawaban?
Malang, 29 September 1997
adakah kegundahan?
dari cerita hari-hari kegembiraan, tawa dan cinta
adakah kesedihan dan rindu yang menikam?
dari cuaca yang terbaca dengan pikiran bersahaja
adakah mimpi-mimpi kita?
tanya demi tanya mengalir,
adakah jawaban?
Malang, 29 September 1997
OBROLAN DI WARUNG KOPI
bergelas kopi berbatang rokok terhidang. sebagai tanda. kehangatan itu
terjalin dari bualan tentang apa saja. (inginkah kau kenal diriku
seperti kau kenal dirimu sendiri?)
katamu: mari kita bicara. dari puntung berasap. kerumitan puisi. dan
tentang teman-teman yang sukar dimengerti maunya
(kataku: tidakkah kau tahu kitapun begitu. berlari sepanjang waktu
menolak pemastian demi pemastian. mencoba mengelak dari pola rekayasa.
mengeja diri tak henti-henti. menjadi rahasia tak henti-henti...)
Malang, September 1996
terjalin dari bualan tentang apa saja. (inginkah kau kenal diriku
seperti kau kenal dirimu sendiri?)
katamu: mari kita bicara. dari puntung berasap. kerumitan puisi. dan
tentang teman-teman yang sukar dimengerti maunya
(kataku: tidakkah kau tahu kitapun begitu. berlari sepanjang waktu
menolak pemastian demi pemastian. mencoba mengelak dari pola rekayasa.
mengeja diri tak henti-henti. menjadi rahasia tak henti-henti...)
Malang, September 1996
MENELPON SEORANG TEMAN
halo! apa kabar? masih adakah yang tersisa dari percakapan kemarin sore.
secarik kertas bergambar waru tertusuk anak panah. kau bidikkan
sungguh-sungguh atau bercanda saja?
katamu: "adakah yang sungguh-sungguh di sini?"
Malang, September 1996
secarik kertas bergambar waru tertusuk anak panah. kau bidikkan
sungguh-sungguh atau bercanda saja?
katamu: "adakah yang sungguh-sungguh di sini?"
Malang, September 1996
Comments