Kumpulan Puisi Sosial Politik Kemasyarakatan
SAJAK-SAJAK NANANG SURYADI
ORANG ORANG
YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA
di sudut sebuah pasar malam, bayangan tentang las vegas, macao, dan
crown melintas-lintas dalam benakku, seorang perempuan tua meraup coin
dari alas penuh nomer, pada temaram pertaruhan dimainkan, nasib baik
atau buruk penjudi kelas teri
di pojok yang lain, gambar ikan dan udang yang ditebak menyimbolkan apa?
selain penasaran yang minta dilunaskan, karena kekalahan menikam ulu
hati, memakilah, karena tiada mampu berbuat apa melihat segalanya
terjadi: upeti diselinapkan pada tangan siapa. namun adakah yang peduli,
karena pertaruhan terus dimainkan. hidup dan mati di meja kehidupan.
(sepertinya malam telah begitu larut, dalam benak kita menari-nari
dursasana dan sengkuni yang menang dadu. adakah kita pandawa yang
terusir ke hutan belantara?)
Malang, 1997
KINCIR DIAM SEBUAH PASAR MALAM
pada loket pasar malam tertulis: tutup, sampai ketemu esok hari. kuda
yang ditumpaki kanak berhenti, kincir diam menadahi kebekuan malam yang
mulai mengembun menyentuh rambut di kepalamu yang rontok satu-satu,
merenungkan apa? selain kebingungan manusia yang saling menyesatkan
dengan pertanyaan-pertanyaan ---bualan kosong--- melepaskan sesak dalam
dada. karena kebenaran, katamu, menjadi bahasa-bahasa langit, dan
teramat sulit untuk dieja.
maka sambil terpejam kaupun meremangkan tanya,"apa yang dibaca dari
tanda-tanda jalan raya, tulisan pada buku-buku sejarah, relief pada
candi-candi, selain manusia yang ingin membaca dirinya sendiri dengan
kejujuran atau pura-pura?"
Malang, 1997
ORANG-ORANG YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA
yang ditumpaki kanak berhenti, kincir diam menadahi kebekuan malam yang
mulai mengembun menyentuh rambut di kepalamu yang rontok satu-satu,
merenungkan apa? selain kebingungan manusia yang saling menyesatkan
dengan pertanyaan-pertanyaan ---bualan kosong--- melepaskan sesak dalam
dada. karena kebenaran, katamu, menjadi bahasa-bahasa langit, dan
teramat sulit untuk dieja.
maka sambil terpejam kaupun meremangkan tanya,"apa yang dibaca dari
tanda-tanda jalan raya, tulisan pada buku-buku sejarah, relief pada
candi-candi, selain manusia yang ingin membaca dirinya sendiri dengan
kejujuran atau pura-pura?"
Malang, 1997
ORANG-ORANG YANG MENYIMPAN API DALAM KEPALANYA
Meledak juga akhirnya, kemarahan itu, membakar gedung-gedung serta harta
benda yang begitu kau cintai. Massa yang mungkin sukar kau mengerti
maunya. Orang-orang yang menyimpan api dalam kepalanya dari waktu ke
waktu, rasakan berjuta perasaan dalam dada bergalau tak karuan.
Orang-orang yang memandang pameran kemewahan, namun mereka tiada mampu
memilikinya, walau keringat telah diperas begitu deras, walau tulang
belulang telah dibanting dengan begitu keras. Namun tetap saja yang
terlihat ketidakadilan yang disodorkan di mana-mana. Mengapa kau
tanyakan lagi; apa sebab kerusuhan itu terjadi. Darah membanjir. Air
mata mengalir. Sedangkan jeritan itu tiap detik diperdengarkan meminta
perhatianmu. Dan tak juga telingamu mendengarnya?
Jemariku melukis dengan gemetar sebuah kota yang gemuruh, yang
mencampakkan orang--orang yang kesepian ke dalam plaza, diskotik, cafe
yang riuh serta ruang hotel hendak lunaskan mimpi senggama. Karena
industrialisasi (juga modernisasi + westernisasi) telah mencemplungkan
mereka ke dalam limbah-limbah pabrik dan melemparkannya ke udara yang
pengap. Namun tak jera juga manusia mengadu nasibnya dengan map penuh
kertas di tangan mengetuk pintu-pintu kantor, dimana mimpi-mimpi akan di
simpan di dalamnya .
Dan pada kerusuhan yang meledak di segala penjuru. Kita tatap wajah
siapa. Selain orang-orang yang lelah dan benak penuh api, yang akan
membakar, apa saja. Di tanganku yang gemetar, kota yang meledak
menggigilkan harapan ke sudut-sudut peradaban
Malang, 22 Juli 1997
SEORANG IBU DAN MIMBAR YANG DIROBOHKAN
benda yang begitu kau cintai. Massa yang mungkin sukar kau mengerti
maunya. Orang-orang yang menyimpan api dalam kepalanya dari waktu ke
waktu, rasakan berjuta perasaan dalam dada bergalau tak karuan.
Orang-orang yang memandang pameran kemewahan, namun mereka tiada mampu
memilikinya, walau keringat telah diperas begitu deras, walau tulang
belulang telah dibanting dengan begitu keras. Namun tetap saja yang
terlihat ketidakadilan yang disodorkan di mana-mana. Mengapa kau
tanyakan lagi; apa sebab kerusuhan itu terjadi. Darah membanjir. Air
mata mengalir. Sedangkan jeritan itu tiap detik diperdengarkan meminta
perhatianmu. Dan tak juga telingamu mendengarnya?
Jemariku melukis dengan gemetar sebuah kota yang gemuruh, yang
mencampakkan orang--orang yang kesepian ke dalam plaza, diskotik, cafe
yang riuh serta ruang hotel hendak lunaskan mimpi senggama. Karena
industrialisasi (juga modernisasi + westernisasi) telah mencemplungkan
mereka ke dalam limbah-limbah pabrik dan melemparkannya ke udara yang
pengap. Namun tak jera juga manusia mengadu nasibnya dengan map penuh
kertas di tangan mengetuk pintu-pintu kantor, dimana mimpi-mimpi akan di
simpan di dalamnya .
Dan pada kerusuhan yang meledak di segala penjuru. Kita tatap wajah
siapa. Selain orang-orang yang lelah dan benak penuh api, yang akan
membakar, apa saja. Di tanganku yang gemetar, kota yang meledak
menggigilkan harapan ke sudut-sudut peradaban
Malang, 22 Juli 1997
SEORANG IBU DAN MIMBAR YANG DIROBOHKAN
siapakah yang menangis di situ. pada keriuhan orang-orang berteriak.
lemparan batu dan kobaran api. seorang ibu berdiri di samping mimbar
yang dirubuhkan.
betapa merah itu marah. betapa kelam itu hitam. betapa mendung itu mega.
betapa sedih engkau ibu?
Malang, 1996
ANAK YATIM PIATU PERADABAN
peradaban telah terbunuh. ayah bunda sejarah telah menjadi kutukan bagianak-anaknya. tertebaslah pohon dari akarnya. tertebaslah kita dari
kenangan.
teks-teks lama telah ditinggalkan, kehormatan-demi kehormatan
ditanggalkan. menjelmalah wajah coreng moreng, tak jelas siapa dirinya.
menjadi anak yatim piatu sejarah peradaban. terputus dari masa silam.
mencari jalan ke masa depan.
Cilegon, 1996
BERSAMA CERITA WAHYU
kenangan.
teks-teks lama telah ditinggalkan, kehormatan-demi kehormatan
ditanggalkan. menjelmalah wajah coreng moreng, tak jelas siapa dirinya.
menjadi anak yatim piatu sejarah peradaban. terputus dari masa silam.
mencari jalan ke masa depan.
Cilegon, 1996
BERSAMA CERITA WAHYU
anak-anak muda yang menatap cerobong pabrik,kantor penuh uang,
tambang emas permata sebagai sebuah masa depan
rasakan kecemburuan luar biasa
ketika pintu-pintu buat mereka tak pernah dibuka
sedangkan etalase menawarkan mimpi-mimpi yang harus dibeli
seteguk demi seteguk menelan kebencian,
berkobarlah api di dalam dadanya
karena kenyataan begitu pahit
berbutir pil dan minuman keras bersarang di perutnya
(dengan belati di tangan
menyergap rizki di tengah jalan!)
Malang, 2 Oktober 1996
SEBUTIR MATA
mengingat: w.t.
perempuan itu, istri seorang demonstran, berkata: karena perjuangan
harus dilanjutkan, kang mas, aku relakan sebutir mataku untukmu.
menggantikan mata kirimu yang pecah saat unjuk rasa.
UCAPAN SELAMAT TIDUR
good night, my son
ke dalam tidurnya
anak-anakmu membawa cerita sore tadi, orang orang yang terjatuh,
derum sepeda motor, truk penuh manusia, dan juga bendera-bendera
warna-warna menjela di kedua mata,
anak-anak pun mengigau:
ibu, lihatlah betapa terang bintang, betapa rimbun pohon beringin,
ibu, mengapa itu banteng terluka
dan hampir mati?
Malang, Mei 1997
AMBISI:
tambang emas permata sebagai sebuah masa depan
rasakan kecemburuan luar biasa
ketika pintu-pintu buat mereka tak pernah dibuka
sedangkan etalase menawarkan mimpi-mimpi yang harus dibeli
seteguk demi seteguk menelan kebencian,
berkobarlah api di dalam dadanya
karena kenyataan begitu pahit
berbutir pil dan minuman keras bersarang di perutnya
(dengan belati di tangan
menyergap rizki di tengah jalan!)
Malang, 2 Oktober 1996
SEBUTIR MATA
mengingat: w.t.
perempuan itu, istri seorang demonstran, berkata: karena perjuangan
harus dilanjutkan, kang mas, aku relakan sebutir mataku untukmu.
menggantikan mata kirimu yang pecah saat unjuk rasa.
UCAPAN SELAMAT TIDUR
good night, my son
ke dalam tidurnya
anak-anakmu membawa cerita sore tadi, orang orang yang terjatuh,
derum sepeda motor, truk penuh manusia, dan juga bendera-bendera
warna-warna menjela di kedua mata,
anak-anak pun mengigau:
ibu, lihatlah betapa terang bintang, betapa rimbun pohon beringin,
ibu, mengapa itu banteng terluka
dan hampir mati?
Malang, Mei 1997
AMBISI:
obrolan bersama gustom
guratan itu sebagai idea yang bergulung-gulung membadai,
seperti juga ambisi manusia yang tak tertahankan,
hendak menjebol segala dengan penuh keyakinan.
namun, adakah kau terima juga kekalahan itu
dengan penuh rasa syukur
atau dendam membara dalam dada?
Malang, 3 Juni 1997
BUKU-BUKU YANG DITUMPUK DAN BERDEBU
buat: kinyur + gustom
berapa tokoh pada sejarah yang diusung dalam buku-buku. adakah gustom,
hakim, kinyur, wahyu, taufan, joko, hazim, kita semua di situ.
mengais-ngais sampah peradaban yang ditawarkan siapa saja.
seperti juga kondom yang dikampanyekan. orang-orang pun menawarkan
warna-warna bendera dan nama-nama.
buku - buku berdebu yang ditumpuk telah mengajarkan apa padamu.
mengajarkan kekuasaan yang busuk
dan kau ingin menggapainya?
Malang, 7 Juni 1997
CERITAKAN PADAKU TENTANG ANGGUR DAN REMBULAN
aku ingin menyapamu pada suatu senja, ketika kau akan bertolak ke sebuah
negeri asing
ceritakan saja padaku tentang anggur dan rembulan,
karena telingaku terlalu bising dengan makian kemiskinan dan peperangan,
atau nyanyikan saja untukku: selamat malam duhai kekasih
agar nyenyak tidurku, tak terganggu mimpi buruk tentang negeri ini
janganlah lagi kau ceritakan tentang korupsi yang membuatku ingin muntah
atau kolusi, atau manipulasi, atau penindasan, atau....ah, aku ingin
tertidur sekejap saja
Malang, 30 September 1997
PERASAAN KEHILANGAN
kemana perginya kejujuran
dulu ia berdiam di sini,
dalam dada penyair,
dalam puisi
kucari ia,
matamu bertutur apa,
adakah kejujuran di situ
pada tangis,
seorang gadis melemparkan kesah
pada tawa,
seorang lelaki melemparkan gundah
jalin menjalin hari
tak kunjung di jumpa
ia pergi,
dan aku merasa kehilangan
kau juga?
ORANG YANG MEMAHATKAN KENANGAN
dulu ia berdiam di sini,
dalam dada penyair,
dalam puisi
kucari ia,
matamu bertutur apa,
adakah kejujuran di situ
pada tangis,
seorang gadis melemparkan kesah
pada tawa,
seorang lelaki melemparkan gundah
jalin menjalin hari
tak kunjung di jumpa
ia pergi,
dan aku merasa kehilangan
kau juga?
ORANG YANG MEMAHATKAN KENANGAN
seseorang melayarkan ingatan pada bayangan, menembus ruang waktu,
terbacalah pada telapak tangan garis kehidupan, meramalkan masa depan,
atau kejayaan masa silam? relief-relief pada batuan bercerita tentang
sebuah kenangan, abadikan mitos pada pahatan: "bertahktalah raja-raja
pada hati rakyat dengan kearifan, tersingkirlah penguasa zalim dari
nurani rakyat yang butuh keadilan"
suatu ketika orang-orang menuliskan cita-cita dan kegundahannya pada
lontar-lontar, sambil menembangkannya sebagai ajaran hidup. tataplah
huruf-huruf itu pada serat-serat tua, bacalah: jaman edan...
menarilah bayangan-bayangan: ke mana kita arahkan perahu ini. adakah
kita pewaris moyang gagah berani, mengarungi samudera dengan kapal
pinisi
bowo, tanto rabalah relief itu, sepertinya ada airmata moyang kita di
situ?
Malang, 17-24 Juli 1997
terbacalah pada telapak tangan garis kehidupan, meramalkan masa depan,
atau kejayaan masa silam? relief-relief pada batuan bercerita tentang
sebuah kenangan, abadikan mitos pada pahatan: "bertahktalah raja-raja
pada hati rakyat dengan kearifan, tersingkirlah penguasa zalim dari
nurani rakyat yang butuh keadilan"
suatu ketika orang-orang menuliskan cita-cita dan kegundahannya pada
lontar-lontar, sambil menembangkannya sebagai ajaran hidup. tataplah
huruf-huruf itu pada serat-serat tua, bacalah: jaman edan...
menarilah bayangan-bayangan: ke mana kita arahkan perahu ini. adakah
kita pewaris moyang gagah berani, mengarungi samudera dengan kapal
pinisi
bowo, tanto rabalah relief itu, sepertinya ada airmata moyang kita di
situ?
Malang, 17-24 Juli 1997
Comments