Skip to main content

Hujan Sore Hari

Hujan yang turun sore hari, selalu mengingatkan aku padamu. Kau ingat tiktiknya bersama desau angin, demikian gaib, menghantarkan kita ke batas hari demikian cepat. Ah, aku tahu engkau kan segera mengatakan bahwa aku sangat tergila-gila kepada selarik puisi patah hati yang ditulis si mata merah itu: gerimis mempercepat kelam. Memang, senja tak seperti biasanya jika hujan turun sore seperti ini. Matahari di hari yang cerah jika senja akan membiaskan jingga di langit, mungkin bukan jingga, mungkin kuning keemasan. Seperti gambar di kartu pos yang kau kirimkan suatu ketika: langit di saat senja, matahari yang segera tenggelam, laut dan bayang perahu-perahu layar.

Pernah suatu ketika, seorang temanku menuliskan dalam sebuah suratnya bahwa ia memotong senja untuk kekasihnya yang bernama Alina. Tapi, mungkinkah sebuah senja dipotong dan dikirimkan kepada seseorang seperti kartu pos yang kau kirimkan saat itu?

Aku tahu engkau akan mengatakan bahwa segalanya adalah mungkin. Seperti sering kau katakan, dengan tawa dan sederet gigimu yang putih rapi, “Hidup adalah kemungkinan-kemungkinan, bahkan yang paling mustahil pun. Sebagai dusta dan kebenaran bergalau dalam cerita kita. Seperti cintaku padamu. Seperti cintamu padaku. Sebaris kata, sepotong frasa, selarik kalimat, sebait paragraf , sehalaman dongeng, satu bab fragmen, sebuku kenangan. Bukankah begitu sayangku, yang kau inginkan, saat kau hembuskan nafasmu ke dalam jantungku. Dunia kanak yang kau percayai, dengan pura-pura sekaligus sepenuh hati”.

Hujan yang turun sore hari, selalu mengingatkanku padamu. Tanah yang basah di luar seperti sebuah surat yang kau tulis dengan airmata. Ya, kutahu, seperti cintaku padamu, seperti cintamu padaku. Ditulis dengan airmata.

Depok, 18 Januari 2001

Comments

mengapa begitu terlambat saya membaca post begini bagus. Hati tidak bisa berbohong, ia bergetar-getar membaca potongan-potongan kata yang bahkan baru saya baca 1 kali tadi. Sukses mas Nanang. -azzahra @zazzahra-

Popular posts from this blog

RUMAH PUISI DUNIA MAYA

- dengan Blog siapa pun bisa menjadi sastrawan Oleh : Qaris Tajudin(Koran Tempo, Ruang Baca, Februari 2007) "Every writer mus have an address," kata Cythia Ozick. Setiap penulis memiliki 'rumah'. Dan di dunia maya, para penulis mendapatkan pada blog. Berbeda dengan mailing list yang menjadi tempat mereka berbagi dan berdiskusi, blog adalah sesuatu yang lebih personal. Orang boleh singgah, tapi mereka adalah tamu. Pengunjung boleh ada, tapi kehadiran mereka bukan inti keberadaannya. Blog adalah eksistensi pemiliknya. Popularitas blog yang meroket sejak pergantian milenium ini memunculkan demokratisasi (untuk yang kesekian kalinya) di ranah maya. Tanpa duit dan prosedur berbelit, setiap orang bisa memiliki tempat di internet. Ini mengundang banyak orang untuk mematok kapling di dunia maya. Tak perlu diisi dengan hal-hal serius, toh kita bisa mendapatkannya dengan amat mudah. Lebih mudah dari menulis di buku diari.Para blogger menumpahkan muntah mantihnya di sana. Term...

dan

dan jiwa yang sedang bergejolak itu mendidihkan kenangan-kenangan hingga matang puisi di tungku jiwamu hingga waktu menghela kereta mimpi ke segala tak berbatas nafasmu